Buku Baron Sakendher
karya Nobuyashi Okai yang diterbitkan oleh Buku Obor saya peroleh ketika
berkunjung pada sebuah pameran buku di Jakarta bulan Desember ini. Buku
ini terus terang mengingatkansaya pada sebuah situs di Kabupaen Pekalongan
yakni Situs Rogoselo yang seringkali disebut sebagai Situs Baron Sekender. Situs ini secara
administrasi berada di Desa Rogoselo, Kecamatan Doro dan secara astronomi
berada pada koordinat 07° 04’ 08.8” Lintang Selatan dan 109° 40’ 12.0” Bujur Timur. Wujud ini berupa sebuah
bukit kecil di tepi Sungai Rogoselo, yang dibuat berundak-undak. Masing masing
undak diperkuat dengan susunan batuan andesit yang berukuran 10-20 cm. Pada bagian paling bawah ditemukan sepasang
arca penjaga (Dwarapala) yang seringkan di sandingkan dengan nama Baron Sekeber
dan Istrinya. Dalam cerita tutur masyarakat di Pekalongan, Baron Sekendher/Sceber ini adalah
seorang prajurit dari Spanyol yang mengabdi pada pemerintah
Hindia-Belanda, yang dikutuk oleh Ki Ageng Penatas Angin akibat kalah dalam adu
kesaktian menyelam di dasar sungai Nggoromanik.
Yang menjadi pertanyaan
saya pada waktu itu adalah siapakah Baron Sekeber itu? Dan sejak kapan Situs
Rogoselo dikaitkan dengan seorang tokoh tersebut ?. Tampaknya pertanyaan itu kini sedikit
mendapat jawabannya dari kehadiran buku tersebut. Di dalam buku diceritakan seorang nahkoda
yang bernama Baron Kawitparu memohon pertolongan untuk mendapatkan anak kepada
seorang Brahmana Bengawan Mintuna yang tinggal di Gunung Rahsamala. Sang Brahmana menyanggupi permintaan tersebut
dengan syarat dia nanti akan meminta salah satu anak dari sang Nahkoda
tersebut. Singkat cerita setelah
mendapatkan 11 anak laki laki dari 11 istrinya, maka sang Brahmana meminta
salah satu anak nahkoda yang bernama Baron Sakendher. kemudian Baron Sakendher bersama anak pengasuhnya yang bernama Sakeber
tinggal di Gunung Rahsamala. Baron Sakendher kemudian menikah dengan putri
negara Spanyol dan menjadi raja Spanyol.
Buku ini dapat dikatagorikan sebagai cerita fiksi yang
tampaknya cukup popular pada masa itu. Dibuat
pada hari selasa kliwon bulan Ramadan dhukut jimawal tahun , sinangkalan (tahun
Jawa)1773 ini juga menyinggung nama nama besar
seperti Pangeran Jakarta, Sultan Cerbon dan Murjangkung. Tokoh yang terakhir adalah pengucapan untuk tokoh
Jan Pieterszoon Coen yaitu seorang
Gubenur Jendral wilayah
kongsi Vereenigde Oostindiche Compagnie (VOC) yang keempat dan keenam.
Pada masa jabatan pertama ia memerintah pada tahun 1619-1623 dan untuk
masa jabatan yang kedua berlangsung pada tahun 1627-1629 M.
Tampaknya buku cetakan
Jawa yang terbit pada abad 19-20 ini cukup mempopulerkan nama Baron Sakendher
di wilayah pantura sehingga nama ini kemudian dikaitkan dengan sebuah situs di
wilayah Doro. Tentu saja cerita Baron Sakendher kemudian berkembang
dikaitkan dengan seorang yang bernama Ki Ageng Panatas Angin yang diceritakan
kedua beradu yang pada akhirnya Baron Sakendher dikutuk menjadi sebuah arca
batu di Situs Rogoselo. Bukanlah suatu
hal yang aneh jika keberadaan suatu situs seringkali dikaitkan dengan cerita
tutur yang popular pada zamannya. Masih
ingatkan bagaimana Candi Prambanan dikaitkan dengan cerita Putri LoroJonggrang
yang dikutuk jadi batu juga.