15 Februari 2021

Sekali Lagi Soal Situs Sumur Pitu, Kendal

 

Situs Sumur Pitu


Pada bagian terdahulu sudah disinggung bahwa Situs Sumur Pitu adalah situs yang bersifat Buddhistik, dan diduga sebagai “asrama” tempat para bhiksu mengasingkan diri masuk dan bersemedi di dalam hutan.  Hal ini didasarkan pada lokasi situs yang terletak di antara dua puncak bukit pada ketinggian 250 meter di atas permukaan laut (mdpl).  Kondisi di sekitar situs ditumbuhi semak belukar dimana areal tersebut merupakan jalur sungai musiman yang hanya berair ketika musim penghujan.  Di areal perbukitan dan ditemukan sumur sumur penampungan air serta votive ,stupika dan materai tablet dari sekitar abad ke—10 M.  Gerakan masuk ke dalam hutan serta bersemedi ini dikenal sebagai sramana pada zaman Gautama.  

Jadi,  sekitar abad ke-6 SM, perkembangan agama Weda  di India menimbulkan kebencian semua golongan terhadap golongan Brahmana karena peraturan kasta dan keistimewaan yang dimiliki oleh kaum Brahmana.  Golongan Ksatria adalah golongan yang paling kuat dalam menentang dominasi kaum Brahmana.  Pada akhirnya menimbulkan gerakan penentangan terhadap ajaran agama Weda yang dipimpin oleh Mahavira dan Siddartha Gautama.  Gerakan penentangan yang dilakukan oleh Mahavira kemudian melahirkan agama Jaina yang membebaskan pengikutnya dari kekuasaan Weda, berzuhud dan melatih diri dengan tidak perduli kepada kenikmatan dan kepedihan (Shalaby, 2001:88-94). Gerakan penentangan yang dikenal sebagai gerakan śramana ini pada intinya  menolak Weda dan dominasi para Brahmana dengan cara meninggalkan kehidupan bermasyarakat dan memilih jalan hidup religius ( Ray, 1994: 65).

     Gerakan penentangan lainnya dilakukan oleh Siddartha Gautama  sehingga dia dikenal sebagai Mahāśramana.  Murid-muridnya dikenal juga sebagai śramana dan banyak ciri dari Buddha awal merefleksikan hal umum yang ditemukan dalam gerakan śramana.  Gerakan śramana di dalam agama Buddha kemudian berkembang menjadi dua aliran yang berbeda.