Bahkan perpindahan pusat kerajaan diketahui bukan karena masalah lingkungan namun perpindahan pusat kerajaan dari Kutai Lama ke Pamarangan menurut Naskah Salasilah Kutai lebih disebabkan oleh keputusan politik setelah Sultan Aji Muhamad Aliyuddin merasa keamanan dirinya terancam oleh serangan orang-orang Bugis. Selanjutnya perpindahan pusat kerajaan dari Pamarangan ke Tenggarong lebih dilandasi oleh pandangan bahwa suatu daerah yang telah terebut/ diduduki oleh musuh telah kehilangan aspek magisnya. Pandangan yang terakhir ini cukup popular pada kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.
Salsilah Kutai menyebutkan bahwa ketika raja Aji Betara Agung Dewa Sakti (ABADS) membangun pusat pemerintahannya di daerah Gunung Jaitan Layar. Penamaan gunung Jaitan Layar menurut Salasilah Kutai berasal dari cerita ABADS yang gemar melakukan kegiatan sabung ayam sambil mengadakan taruhan. Diceritakan pada suatu ketika ABADS melakukan sabung ayam dengan seorang
Namun hasil survey dan ekskvasi di sekitar Jaitan Layar memberikan data lain. Adanya permukiman di dearah ini tampaknya tidak didukung oleh data arkeologi. Sejauh ini temuan penduduk seperti kapak batu, dan batu asahan tidak cukup kuat untuk adanya permukiman demikian pula temuan berupa fragmen tembikar dan keramik yang dapat dianggap sangat terbatas. Secara praktis, akan lebih mudah dan aman untuk tinggal di tepi sungai Mahakam daripada tinggal di kaki gunung Jaitan layar. Apalagi pada masa lalu satu-satunya alat transportasi yang efektif hanyalah melalui jalur sungai. Kemungkinannya adalah daerah sekitar gunung Jaitan layar adalah areal perladangan/ perkebunan masyarakat Kutai masa lalu dan tentunya di areal perladangan pun tetap berdiri bangunan hunian yang sifatnya sementara .
Indikasi permukiman kuna baru muncul pada sector KTL 2 yang berada pada ketinggian 2-4 meter di atas permukaan laut ( Dpl) dan berjarak 170 m arah selatan dari tepi sungai Mahakam. Di sekitar ini banyak ditemukan selain fragmen tembikar dan keramik adalah uang kepeng (Uang
Penelitian arkeologi juga berhasil mengidentifikasikan sejumlah lokasi permukiman di pulau-pulau terdekat dari Kutai Lama yang mencerminkan pola tata ruang pada masa itu dimana wilayah Kutai Lama disamping berkembang dari permukiman menjadi sebuah pelabuhan penghubung bagi datangnya kapal-kapal dagang dari dan ke daerah pedalaman kalimantan.