Tampilkan postingan dengan label Sriwijaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sriwijaya. Tampilkan semua postingan

24 Januari 2021

Tungku Sepatu : Model Kompor Pada Masa Sriwijaya

Tungku Sepatu dari Sungai Musi

Melihat tungku sepatu dalam kondisi sangat bagus, temuan dari Sungai Musi (?) mendorong penulis untuk melihat kembali penelitian kami di Pantai Timur Sumatra. Ketika itu, salah satu temuan menarik di Situs Air Sugihan, sektor Margomulyo-1 adalah temuan tungku sepatu. Penelitian arkeologi Pantai timur Sumatra menunjukkan bahwa sektor Margomulyo1 hanyalah salah satu dari puluhan sector lainnya di Situs Air Sugihan yang telah ditemukan sebagai bagian dari wilayah kerajaan Sriwijaya pada masa itu. Sebagai sebuah situs permukiman kuna masa Sriwijaya, temuan keramik paling tua di situs ini berasal dari periode dinasti Tang (abad ke-7-9 ), Song, Yuan, sampai Ming (abad ke-14-15) selain itu juga ditemukan keramik yang berasal dari Asia Tenggara dan Timur Tengah. 

Tungku Sepatu dari Situs Air Sugihan, Sektor Margomulyo1


Untuk tungku sepatu yang terbuat dari tanah liat, hasil rekonstuksi memperlihatkan bentuk seperti sepatu, panjang keseluruhan dasar tungku sekitar 42 cm, sebagian dasarnya memiliki dinding setinggi 14 cm dengan tiga tonjolan yang merupakan tempat menaruh wadah untuk memasak ketika tungku digunakan. dan sisanya rata dengan tepiannya yang sedikit dibuat agak tinggi. 

11 September 2018

Temuan Mainan Anak dalam Dunia Arkeologi


Arkeologi sebagai ilmu yang merekonstruksi seluruh aspek yang terkait dengan kehidupan manusia pada masa lalu sudah tentu tidak hanya berbicara tentang peristiwa/ tokoh penting yang tertoreh dalam sejarah.  Namun arkeologi juga harusnya mampu berbicara tentang kehidupan masyarakat biasa pada masa lalu.  Kajian ini lebih sering dikenal sebagai arkeologi sosial yang mempelajari kehidupan masa lalu melalui tinggalan artefaknya.  Ketika penelitian dilaksanakan, seluruh temuan yang diperoleh melalui ekskavasi haruslah dijadikan “evidence” yang kemudian dijadikan pijakan dalam memberikan sebuah eksplanasi tentang apa, siapa, kapan, dan bagaimana.  Dalam konteks merekonstruksi inilah, belum banyak arkeologi yang berbicara tentang “dunia” anak pada masa lalu.  Padahal ini juga sesuatu yang menarik untuk dikaji.  Sebut saja bagaimana soal temuan pada kubur masa protosejarah di situs Batujaya dimana di antara 30an kubur dari masyarakat pendukung tembikar Buni, ditemukan satu kerangka anak berusia balita yang pada bagian matanya diberi penutup mata emas dan anting-anting kecil di telinga kanannya?  Mengapa hanya anak kecil saja yang diberi penutup mata emas?

Temuan Dermaga Kuna Masa Sriwijaya di Bangka


Pulau Bangka adalah sedikit pulau penting di kawasan selat Malaka yang cukup popular sejak awal millennium pertama.  Berita paling tua yang menyebut Bangka diperoleh dari sebuah karya sastra Buddha yang ditulis pada abad ke-3 Masehi (Māhāniddesa) menyebutkan sejumlah nama tempat di Asia, antara lain tentang Swarnna­bhūmi, Wangka, dan Jawa. Nama Swarnnabhūmi dapat diidentifi­ka­sikan dengan Sumatra sebagaimana disebutkan juga dalam kitab Milindapañca, sedangkan Wangka mungkin dapat diidentifikasikan dengan Bangka (Damais 1995, 85).
Berita Cina dari sekitar abad ke-3 M juga menyinggung tentang aktivitas masyarakat Bangka kuna pada masa itu,  “….Teluk Wen dan para penduduknya di daerah P’u-lei yang berlayar ke laut untuk memotong perjalanan kapal dan menukar bahan makanan dengan benda-benda logam….”.  Teluk Wen dideskripsikan oleh Wolters verada di utara Karawang.  Wolters yakin bahwa yang disebut sebagai Wen adalah toponim; yang merujuk kepada bukit Menumbing di baratlaut pulau Bangka dan menjadi daerah yang penting untuk orang orang Tamil pada sekitar abad ke-11 M (Wolters,1979 : 29). 

07 Agustus 2015

Temuan Inskripsi perak dari Sungai Musi, Palembang.







Teks
Dibaca oleh Arlo Griffiths, 30/09/2013.

(1) // °o °ā raka raka mā sarvamāraduṣṭacittebhya[] svāhā // @ //
(2) // °o ° hana hana vijaye ja raka raka mā svāhā // @ //

Om ā. Lindungilah, lindungilah aku dari segala demon dan pikiran yang buruk, svāhā!
Om hana hana pemenang ja lindungilah, lindungilah aku svāhā!’

Mantra yang persis sama belum saya temukan di sumber-sumber lain, namun boleh dibandingkan dengan mantra yang terdapat dalam teks-teks suci agama Buddha seperti misalnya Mahāpratisarāmahāvidyārājñī (cf. Cruijsen, Griffiths & Klokke 2013): o maivajre hdayavairemārasainyavidārii hana hana sarvaśatrūn raka raka mama śarīra sarvasatvānā ca vajre vajre vajragarbhe vajragarbhe | trāsaya trāsaya sarvamārabhavanāni hū pha pha svāhā ||. Mantra ini berhuruf pallawa dan bahasa sansakerta dari sekitar abad ke7/8 Masehi.


Mantra, rajah, isim atau jampi-jampi sampai saat ini bukanlah hal yang asing pada sebagian besar masyarakat Indonesia, bahkan sampai sekarang, penggunaan mantra masih cukup populer.  Meskipun hadir dalam bentuk dan penyajian yang berbeda, fungsinya masih dapat dikatakan belum banyak berubah yakni untuk mendapatkan bantuan dari kekuatan gaib dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.