07 Agustus 2015

Temuan Inskripsi perak dari Sungai Musi, Palembang.







Teks
Dibaca oleh Arlo Griffiths, 30/09/2013.

(1) // °o °ā raka raka mā sarvamāraduṣṭacittebhya[] svāhā // @ //
(2) // °o ° hana hana vijaye ja raka raka mā svāhā // @ //

Om ā. Lindungilah, lindungilah aku dari segala demon dan pikiran yang buruk, svāhā!
Om hana hana pemenang ja lindungilah, lindungilah aku svāhā!’

Mantra yang persis sama belum saya temukan di sumber-sumber lain, namun boleh dibandingkan dengan mantra yang terdapat dalam teks-teks suci agama Buddha seperti misalnya Mahāpratisarāmahāvidyārājñī (cf. Cruijsen, Griffiths & Klokke 2013): o maivajre hdayavairemārasainyavidārii hana hana sarvaśatrūn raka raka mama śarīra sarvasatvānā ca vajre vajre vajragarbhe vajragarbhe | trāsaya trāsaya sarvamārabhavanāni hū pha pha svāhā ||. Mantra ini berhuruf pallawa dan bahasa sansakerta dari sekitar abad ke7/8 Masehi.


Mantra, rajah, isim atau jampi-jampi sampai saat ini bukanlah hal yang asing pada sebagian besar masyarakat Indonesia, bahkan sampai sekarang, penggunaan mantra masih cukup populer.  Meskipun hadir dalam bentuk dan penyajian yang berbeda, fungsinya masih dapat dikatakan belum banyak berubah yakni untuk mendapatkan bantuan dari kekuatan gaib dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.  


D.L. Snellgrove dalam kitab the Hevajra Tantra memberi penjelasan sebagai berikut mantra is a mystic formula or spell, deriving its power from traditional association with a particular divinity or a desired result.  It is rendered effective by means of repetitive recitation (japa) combined with meditation (dhyana) (1956:136; Suhadi 1989: 104).
Definisi mantra menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah perkataan atau ucapan yang memiliki kekuatan gaib (misalnya dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka); susunan kata yang berunsur puisi (seperti rima, irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib biasanya diucapkan oleh  dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain. 

Penggunaan mantra dalam agama Buddha dikembangkan oleh aliran Mantrayāna (kendaraan gaib) atau aliran Vajrayāna (kendaraan intan/ kilat/ phalus).  Aliran ini merupakan sekte dari Tantrayāna dalam Buddha Mahāyāna dan sangat berpengaruh dalam pembentukan aliran Lama (isme) yang mengutamakan kegiatan serba magis (Suhadi 1989:107).            


2 komentar:

Anonim mengatakan...

Menarik Pak Agus, tentang mantra ini. Sebuah [kekayaan] budaya yang yang langgeng sampai sekarang ya. Oya, font body-text nya kok kuecil sekali? :D

AGUSTIJANTO I mengatakan...

Terima kasih masukannya....mungkin nanti saya perbaiki fontnya