Arkeologi sebagai ilmu yang
merekonstruksi seluruh
aspek yang terkait dengan kehidupan manusia pada masa lalu sudah
tentu tidak hanya berbicara tentang peristiwa/ tokoh penting yang tertoreh
dalam sejarah. Namun arkeologi juga harusnya
mampu berbicara tentang kehidupan masyarakat biasa pada masa lalu. Kajian ini lebih sering dikenal sebagai
arkeologi sosial yang mempelajari kehidupan masa lalu melalui tinggalan
artefaknya. Ketika penelitian
dilaksanakan, seluruh temuan yang diperoleh melalui ekskavasi haruslah
dijadikan “evidence” yang kemudian
dijadikan pijakan dalam memberikan sebuah eksplanasi tentang apa, siapa, kapan,
dan bagaimana. Dalam konteks
merekonstruksi inilah, belum banyak arkeologi yang berbicara tentang “dunia”
anak pada masa lalu. Padahal ini juga
sesuatu yang menarik untuk dikaji. Sebut
saja bagaimana soal temuan pada kubur masa protosejarah di situs Batujaya dimana
di antara 30an kubur dari masyarakat pendukung tembikar Buni, ditemukan satu
kerangka anak berusia balita yang pada bagian matanya diberi penutup mata emas
dan anting-anting kecil di telinga kanannya?
Mengapa hanya anak kecil saja yang diberi penutup mata emas?
Tulisan ini hanya ingin menggali
soal mainan anak pada masa lalu yang ditemukan dan menjadi bukti arkeologis
penting bagaimana sebenarnya anak Nusantara dari dahulu sudah terasah kreatifitasnya melalui mainan. Kegiatan
bermain adalah naluri yang melekat pada setiap anak semenjak bayi. Pada saat bayi sudah memainkan tangan dan
jemari kaki, dan benda-benda yang ada di sekitarnya. Bermain akan membuat
anak mengalami tumbuh kembang yang optimal. Dengan permainan mereka belajar
hidup bersosialisasi, dan membantu anak dalam mengatasi problem yang ditemuinya.
Bahkan permainan dapat membantu anak mengalami perkembangan kognitif (kemampuan berfikir), keberanian, serta
psikososial. Semakin tinggi usianya maka
jenis/ keterampilan permainan dapat semakin rumit.
Di dalam penelitian arkeologi di
Situs Air Sugihan, sebuah situs di pantai timur Sumatra yang telah
dipertanggalan sekitar abad awal masehi sampai periode Sriwijaya Di antara berbagai temuan yang menandakan
sisa permukiman kuna, di situs ini juga terselip sejumlah temuan mainan anak. Di antaranya yang dapat diidentifikasi
kembali adalah temuan gasing, baik yang sudah jadi ataupun yang setengah
jadi. Gasing adalah mainan anak yang terbuat
dari kayu, bentuknya bulat pada bagian tengah dan meruncing pada salah satu ujungnya. Cara memainkannya adalah dengan melilitkan
tali pada bagian tengah gasing lalu melemparkannya sehingga terlepas dari tali
dan gasing akan berputar. Begitu seterusnya.
Ukuran panjang gasing ini bervariasi. Permainan gasing memang populer di Nusantara
sehingga memiliki nama yang bermacam-macam, namun temuan gasing dalam konteks
arkeologi paling tua tampaknya baru ditemukan di situs Air Sugihan. Temuan permainan
anak lainnya adalah gawai panah sepanjang 10 cm yang terbuat dari kayu juga
ditemukan. Gawai panah ini memang
berukuran kecil, dan sebagai mainan ianya biasa digunakan untuk menembak capung
atau serangga kecil lainnya. Kedua
permainan ini biasa dimainkan oleh anak laki-laki.
Bakal gasing
Lalu bagaimana dengan permainan
yang biasa dimainkan oleh anak perempuan? Di antara ribuan fragmen tembikar
yang telah dikumpulkan juga ditemukan wadah-wadah terakota berukuran kecil
seperti cawan atau periuk berukuran mini (tinggi 4-5 cm) yang tampaknya lebih
berfungsi sebagai mainan anak daripada alat keperluan sehari-hari. Mungkin dahulu digunakan anak-anak untuk
bermain masak-masakan. Temuan lain berupa patung/ figurin kecil tanpa atribut
yang terbuat dari kayu juga ditemukan. Sebagian orang berpendapat bahwa ia nya
digunakan sebagai media pemujaan kepada leluhur tapi juga tidak menutup
kemungkinan figurin ini dibuat sebagai mainan anak karena memang tidak diketahui
lagi konteks arkeologinya (temuan penduduk).
Bukankah sampai saat ini juga figurin / boneka kecil masih diproduksi
untuk keperluan bermain anak meskipun tentu saja bahan dan bentuknya berbeda
sesuai dengan zamannya.
Gasing
Buli buli terakota
Dari bentuk dan jenis mainan yang
ditemukan, dapat dibayangkan bahwa anak-anak dahulu juga sudah gemar bermain
sama halnya dengan anak-anak sekarang hanya saja media bermainnya yang
mengalami perkembangan sesuai jamannya.
Mungkin bisa dikatakan anak dahulu “dipaksa” harus kreatif dalam
mengeksplorasi lingkungannya untuk membuat media bermainnya. Sehingga tidak heran kalau dahulu ada mainan
mobil-mobilan yang terbuat dari kulit jeruk bali, atau katapel yang dibuat dari
cabang kayu keras yang hari ini sudah jarang dimainkan oleh anak–anak sekarang.
Meski demikian, ada benang merah yang
dapat ditarik antara anak-anak Nusantara dulu..2000 tahun yang lalu..dengan
anak-anak jaman milenial..dunia
mereka memang dunia bermain. Jadi... jangan halangin mereka meraih dunianya...cukup
dampingi dan bimbing mereka untuk memilih mainan anak yang semakin berjuta cita
rasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar