Beberapa temuan terbaru bersifat buddhistik di wilayah Lasem, Rembang seperti relief stupa di kawasan Watu Layar, Desa Bonang, dan temuan kepala Buddha di Sriombo memberikan informasi bahwa pengaruh Buddha pun eksis di sepanjang pantai utara Jawa Tengah (Pantura). Hal ini tentu saja mematahkan pendapat lama yang menyebutkan bahwa tidak ada pengaruh Buddha di bagian utara Jawa Tengah dan agama Buddha cenderung berkembang di bagian pedalaman Jawa Tengah (Magelang-Yogyakarta). Di Kabupaten Kendal, pengaruh Buddha diwakili oleh kehadiran Situs Sumur Pitu, dan terakhir temuan Situs Boto Tumpang yang secara arsitektural cenderung bersifat Buddhistik.
Situs Sumur Pitu berada di areal perbukitan di Desa Surokonto Wetan, Kecamatan Pagerruyung, Kabupaten Kendal, tepatnya berada pada koordinat 6° 56’ 27” LS dan 110° 03’ 51.42” BT. Lokasi Sumur Pitu terletak di antara dua puncak bukit pada ketinggian 250 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kondisi di sekitar situs ditumbuhi semak belukar dimana areal tersebut merupakan jalur sungai musiman yang hanya berair ketika musim penghujan.
Penduduk desa ini menamai situs ini
dengan nama Sumur Pitu, karena di
batuan induk yang berada di jalur aliran sungai musiman ini ditemukan kolam
buatan berukuran 50
x 50 x 100 cm.
Menurut informasi, di situs ini terdapat tujuh
sumur yang dibuat dengan melubangi batuan induk, namun yang tersisa tinggal
satu sumur saja.
Di tempat ini pernah juga ditemukan tujuh materai tablet berisi mantra Buddha, tiga votive tablet yang berhias relief Bodhisattva dan satu relief Buddha, serta empat buah stupika tablet (Krom 1914,17; Baskoro dkk, 2017, ). Seluruh temuan kini tersimpan di Museum Nasional Jakarta dengan No. inventaris 4549 - 4563 dan 4604 - 4613.
Votive tablet adalah simbol/ icon Buddha berukuran kecil yang terbuat dari tanah liat yang dicetak dengan teknik tekan untuk selanjutnya dibakar atau bisa pula hanya dijemur. Votive yang telah dicetak ini dibakar selama beberapa jam dalam lubang yang dangkal dan ditutup oleh bahan yang mudah terbakar seperti kayu atau daun-daun kering. Sedangkan votive yang tidak dibakar hanya diletakkan di tempat yang terbuka sampai kering akibat panas matahari dan tentunya votive yang tidak dibakar jauh lebih mudah rusak dibandingkan dengan yang dibakar. Votive tablet yang tidak dibakar ini mungkin karena bahan yang digunakan untuk pembuatan votive dicampur dengan abu jenazah dari guru atau leluhurnya. Abu jenazah ini digunakan untuk memindahkan kekuatan api (Stanley, 1974:83). Namun di Indonesia belum ditemukan indikasi adanya abu jenasah yang dicampurkan untuk bahan pembuatannya.
Stupika Sumur Pitu |
Stupika tablet adalah miniatur stupa dalam
bentuk yang mini yang terbuat dari tanah liat dan selanjutnya dikeringkan
dengan dijemur di terik matahari. Sebagai miniatur dari stupa maka bagian-bagian
dalam stupika tablet mengacu kepada bentuk stupa. Bagian-bagian dari stupa ini
memiliki makna simbolis dari benda-benda yang dimiliki sang Buddha di dunia.
Bagian dasar (prasada) yang berbentuk persegi empat merupakan perlambangan dari
bentuk jubah sang Buddha yang dilipat, badan stupa (anda) yang bentuknya
setengah bola adalah bentuk mangkok yang selalu dibawa oleh sang Buddha,
sedangkan yasti adalah representasi tongkat yang selalu dibawa oleh sang Buddha.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium terhadap stupika tablet dari situs
Gumuk Klinting, Muncar (Banyuwangi) dan situs Sarangwati (Palembang) diketahui
bahwa stupika tablet Banyuwangi dibuat dari campuran tanah liat dan feldspar
sedangkan stupika tablet dari Palembang dibuat dari campuran tanah liat dan
tuff) (Hardiati, 1983:87).
Materai Tablet Sumur Pitu |
Materai tablet adalah inskripsi pendek
yang berisi mantra-mantra Buddha (verse)
yang terbuat dari tanah liat. Mantra
pada materai tablet tanah liat dibuat
dengan teknik cetak sehingga mempunyai bentuk huruf yang seragam tetapi ada
juga mantra yang langsung ditulis dengan tangan pada votive tablet atau stupika.
Setelah itu dibakar atau sekadar dijemur di terik matahari.
Kebanyakan materai tablet diberi
inskripsi berupa formula ye te dharma.
Temuan ini menegaskan posisi Situs Sumur Pitu yang bernafaskan agama Buddha, melihat lokasinya yang berada di puncak bukit diduga situs ini merupakan sebuah “asrama” bagi penganut Buddha yang mengasingkan diri dari duniawi. Keberadaan situs Sumur Pitu juga, sekali lagi menunjukkan bahwa penganut agama Buddha juga menempati areal di utara Jawa, tidak seperti yang diperkirakan sebelumnya bahwa kawasan pesisir utara Jawa menjadi basis bagi pemeluk agama Hindu sedangan Buddha berkembang di selatan Jawa (pedalaman). Tahun 1985, di situs ini juga pernah ditemukan tiga talam, enam bel, wadah keramik dan artefak emas (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kendal).
NB: link untuk Kepala Buddha Sriombo
https://www.krjogja.com/berita-lokal/jateng/pantura/menggali-fondasi-temukan-patung-kepala-budha/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar