Puas mengeksplorasi Muara Muntai, Perjalanan dilanjutkan
ke kecamatan Muara Wis. Cuaca sedikit
mendung ketika kami merapat di pelabuhan Muara Wis. Namun denyut kehidupan masyarakat Muara Wis tidaklah terhenti hanya karena hujan ringan. Kami menyumpai sebagian mereka tengah
beraktivitas di sungai. Kehidupan
masyarakat di Muara Wis tidak berbeda pula dengan masyarakat tepi sungai
Mahakam lainnya, untuk kebutuhan protein mereka dengan mudah mendapatkan dari
Sungai Mahakam. Ikan Patin, Baung dan Udang
adalah yang paling banyak dan mudah untuk ditangkap. Kami menjumpai salah seorang warga yang baru
berhasil mendapatkan ikan patin seukuran paha orang dewasa hanya dengan umpan
bakso. ”Ikan disini ngampang dipancing
mas, umpannya cukup dengan sedikit bakso atau pisang goreng kita sudah dapat ”
katanya ringan. Wow, Jika saat ini saja
Sungai Mahakam masih mampu memberi kehidupan bagi penduduk di sepanjang sungai
tersebut bisa dibayangkan dahulu tentu potensi ikan air tawar di Sungai Mahakam
menjamin kehidupan penduduknya...Terlintas sedikit bangga di hati ini, sebenarnya
masyarakat di bagian hulu Mahakam, merupakan masyarakat mandiri.. di mana alam
telah menyediakan kebutuhan dasar bagi penghuninya... Lantas akankah kondisi
ini terjaga kelestariaannya di tengah eksploitasi sumberdaya
alam di bagian hulu sungai?. Semoga tetap lestari.. sehingga senyum orang orang di hulu Mahakam tetap mengembang..
Seperti wilayah tepi sungai Mahakam Lainnya, perkampungan
Muara Wis dibangun dengan menggunakan materiil kayu berbentuk rumah panggung
yang memiliki ketinggian minimal 1 meter dari muka tanah. Ragam arsitektur seperti ini juga berlaku
pada bangunan pemerintahan, masjid dan sekolah yang ada. Areal yang sebagian besar didominasi oleh rawa
pasang surut merupakan penyebab utama mengapa rumah rumah mereka adalah rumah
panggung. Sekali lagi kita
dipertunjukkan bagaimana jeniusnya masyarakat Muara Wis dalam beradaptasi
dengan lingkungan rawa.