02 Desember 2020

BERTEMU KEMBALI SETELAH SERIBU TAHUN BERPISAH..

Sisi lain dari penelitian arkeologi yang seringkali tidak diduga adalah penemuan satu artefak apapun bentuknya, yang ternyata temuan artefak itu adalah bagian dari artefak lainnya yang telah diketahui sebelumnya. Katakanlah penemuan arca yang ternyata ianya merupakan pasangan dari arca lain yang telah ditemukan sebelumnya. Atau temuan fragmen (bagian) dari suatu artefak yang ternyata temuan tersebut melengkapi bagian artefak lainnya yang telah lebih dahulu ditemukan. Kejadian seperti ini mungkin saja bisa terjadi di dalam suatu penelitian, hanya saja karena dianggap sebagai sesuatu yang biasa maka kejadian seperti ini seringkali tidak terceritakan. Padahal jika direnungkan lebih jauh, hal ini harusnya menjadi sesuatu yang luar biasa. Bayangkan jika anda memiliki sepatu, lantas salah satu dari sepatu anda hilang, dan 1000 tahun kemudian si sepatu yang hilang tadi ketemu sehingga anda kembali memiliki sepasang sepatu. Bagaimana perasaan anda? Pasti tidak akan biasa biasa saja..
Hal ini juga yang pernah terjadi pada kegiatan penelitian di Situs Bale Kambang, Batang, Jawa Tengah. Situs ini pernah diteliti oleh Puslitarkenas di tahun 1977. Di dalam laporannya pada waktu itu, salah satu artefak yangditemukan adalah dua arca angsa yang telah hilang bagian kepala dan kakinya. Kini kedua angsa ini berada di Museum Ranggawarsita, Semarang. Kemudian di tahun 2004 penelitian kembali dilakukan di situs ini dan tim kembali menemukan satu lapik arca yang di atas lapik ini terdapat sepasang kaki unggas. Temuan sepasang kaki ini langsung dihubungkan dengan temuan badan angsa. Tampaknya temuan kaki unggas ini ada kecocokan dengan tubuh arca angsa yang telah ditemukan sebelumnya. Namun mengingat ada dua arca angsa di situs ini seharusnya masih ada satu pasang kaki angsa lainnya di situs ini. 

Temuan menarik lainnya yang mungkin tidak sengaja namun ini juga cukup penting untuk pelurusan informasi adalah cerita tentang sebuah relief yang disimpan di Museum Ronggowarsito (di halaman luar museum) (foto MR_04_54). Potongan relief yang di bagian bawahnya diberi label asal relief dari Candi Gedong Songo . Fragmen relief yang bergambar kepala binatang mungkin kepala kambing yang berjanggut dan menggigit dua kuntum teratai. Gambar relief ini dibatasi di oleh bingkai yang berhias motif geometris dan ceplok bunga. Informasi tentang asal artefak inilah yang tampaknya harus ditinjau kembali mengingat survai kami di wilayah Kabupaten Semarang, dimana salah satunya menyasar Petirtaan Senjoyo di Tegalwaton, Tengaran, menemukan satu fragmen panel relief berupa bagian belakang dari binatang berkaki empat. Di dalam relief itu digambarkan dua kaki belakang binatang serta ekor yang pendek dan lurus (foto Sanjaya_1778_VD). Relief ini kemungkinan adalah relief bagian dari binatang kambing/ domba. Temuan relief bagian belakang kambing tampaknya merupakan pasangan dari fragmen relief yang kini menjadi koleksi museum, meskipun tampaknya bagian tengah tubuh binatang ini masih ada bagian yang belum ditemukan. Dengan demikian, besar kemungkinannya potongan panil relief kepala binatang tersebut dahulu berasal dari runtuhan Candi Bener, Petirtaan Senjoyo, Semarang bukan berasal dari Gedong Songo.
Seperti diketahui, Patirtaan Senjoyo kini telah menjadi objek wisata air bagi masyarakat Semarang. Pada zaman Belanda, di Petirtaan Senjoyo ini pernah berdiri candi yang dikenal sebagai Candi Bener. Meskipun memang pada zaman itu, Candi Bener sudah tinggal runtuhan, namun batu batu candinya masih cukup banyak. Dokumentasi pada tahun 1940-an, menunjukkan adanya konsentrasi sisa batu batu candi dan fragmen reliefnya masih berada di tempat sehingga masih dapat dipotret. Kini foto-foto tinggalan Candi Bener masih dapat ditemukan di dalam koleksi milik KITLV. 

 Kasus penemuan lain yang cukup menarik juga terjadi pada tahun 2017 ketika penelitian arkeologi oleh Puslitarkenas dilakukan di Situs Adan Adan yan dikenal juga sebagai Candi Gempur, di Kediri. Pada saat itu, tim peneliti menemukan satu arca besar yang diidentifikasi sebagai arca dwarapala (penjaga ) di sisi kanan tangga masuk Candi Adan-adan. Arca yang ditemukan dalam posisi insitu( tetap berada pada posisinya semula ketika ditemukan) kondisinya masih sangat baik, kecuali ada sedikit rusak di bagian jari tangan, mata dan hidungnya. Temuan arca dwarapala ini tentu saja melengkapi temuan arca pasangannya 110 tahun yang lalu. Di dalam laporan Belanda tahun 1908 menyebutkan bahwa di padukuhan Candi Gempur (di lubang sedalam 1 m besar, milik Bapak Irsat), ditemukan dua makara besar dan satu dvarapala. Yang terakhir (arca dvarapala) dibawa ke rumah Bupati di Kediri setelah tahun 1908. Dalam laporan tersebut juga arca ini dideskripsikan sebagai satu arca kolosal dalam kondisi rusak berat, berdiri di atas batu bundar. Wajahnya sangat rusak/ termutilasi. Rambut disisir dengan halus dan jatuh ke leher dan kembali dalam empat baris benjolan (?), yang berhias seperti gulungan ular. Hiasannya terdiri dari upavita -ular, kalung terbuat dari empat ular, yang digulung tak beraturan satu sama lain, menutupi dada dengan lingkaran yang aneh; ular sebagai kelat bahu, ular sebagai gelang dan gelang kaki. Sebuah kain menggantung sampai di atas lutut. Tangan kanan memegang ular; Tangan kiri bertumpu pada sebuah gada yang panjangnya mencapai lapik arca. Di sebelah kanan, tubuh ular berdiri tegak, dengan kepala menghadap ke kanan. Dan tinggi arca 1.94 meter. Setelah dicocokan maka ketemulah arca yang dimaksud adalah arca dwarapala yang kini menghiasi di halaman depan Museum Kediri. Seharusnya arca ini dahulu berada di sisi kiri pipi tangga masuk candi berpasangan dengan arca yang baru ditemukan itu
Ah.. senang rasanya bisa menyatukan kembali mereka mereka yang telah terpisah begitu lama…walau itu hanya artefak.

Tidak ada komentar: