20 Desember 2020

Punden Berundak di Gunung Kuta, Bumiayu, Brebes

Punden Berundak Gunung Kuta secara administrasi berada di Kampung Lebak Wangi, Desa Gunung Tajam, Kecamatan Salem, Brebes. Secara geografis berada pada koordinat Koordinat 07°09’ 42.685” LS dan 108°43’35.507” BT.
Punden berundak ini ditandai oleh sepasang batu (menhir) yang menyerupai gapura di bawah pohon yang rindang di tepi jalan setapak. Sepasang menhir disebut gada-gada oleh penduduk setempat. Tinggi menhir sekitar 1.50 cm. menurut penduduk setempat dua buat batu yang menyerupai pintu gerbang tersebut merupakan jalan masuk ke pertapaan(pemujaan) Eyang Ajar Sakti. Tidak jauh dari kedua menhir tersebut ditemukan dua menhir lainnya dengan alas batu alam di bawahnya. Penduduk menyebutnya Gunung Kuta. Kira kira 50 meter ke arah utara di atas teras yang lebih tinggi terdapat dua menhir berukuran masing masing 180 cm dan 125 cm.
Selanjutnya 10 meter ke arah utara lagi terdapat sebuah menhir berukuran tinggi 140 cm. Di atas teras yang tertinggi ditemukan susunan batu alam lainnya ukuran 6 x 5 meter yang dahulu merupakan tempat yang dianggap keramat oleh penduduk. Sayangnya arealnya sangat rimbun ketika survei ke lokasi dilaksanakan membuat pengamatan atas situs ini menjadi sangat terbatas. Diperlukan penelitian yang lebih seksama, tentu dengan membuka areal punden dari bagian bawah sampai bagian paling atas, sehingga bentuk tata letak punden ini dapat terlihat secara jelas. 

Temuan Punden Berundak di Gunung Kuta, Bumiayu, Brebes mengingatkan kita pada punden berundak di Gunung Pojok Tilu, Kuningan. Di punden ini juga pintu masuknya diawal dengan hadirnya sepasang punden yang dimaknai sebagai gerbang pintu masuk ke areal punden yang lebih dalam (sakral). Di puncak Gunung padon tiga ( Pojok Tilu) ditemukan dua menhir setinggi 155 cm yang dipahatkan relief ukiran naga dan lainnya setinggi 148 cm polos tanpa ukiran. Dengan demikian dapat diduga bahwa menhir di puncak Gunung Pojok Tilu merupakan sebuah punden . relief yang digambarkan pada menhir tersebut dapat diuraikan sbb: 1. lukisan ular naga yang terbuka mulutnya dengan sisik menyerupai segi tiga tumpal di salah satu sisi menhir. Di atas kepala naga terdapat gambar menyerupai agni triçikha (nyala api bercabang tiga).
2. Sisi lainnya dengan lukisan ular naga dan dua ekor burung di atasnya. Ekor naga tersebut dipegang oleh seorang laki laki dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan lainnya memegang senjata menyerupai bendo (blakas). Laki laki dilukiskan berdiri telanjang dan jelas terlihat kelaminnya (genital) belum disunat mungkin juga yang dimaksud seorang anak lelaki yag belum dewasa. Tetapi kelamin yang belum disunat juga mengingatkan kita kepada masa pra-Islam. Ujung ekor naga dihiasi oleh gambar agni tricikha.
3. Gambar sebuah Bale Gedong di sebelah sisi lainnya. Gambar bale tersebut mirip dengan relief candi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Di sebelah kanan dan kiri Bale terdapat lukisan orang yang ssedang jongkok dan di bagian bawahnya terdapat gambar seorang membawa senjata bendo, gambar harimau, ular kecil, dan burung.Perlu dicatat bahwa bagian atas Bale dihiasi oleh lukisan mirip agni triçikha. Menurut M.M.Soekarto K.Atmojo gambar yang menyerupai agni triçikha tersebut mirip dengan sinar api yang terdapat pada pahatan arca Sanghyang licin atau Cintya di Bali. 

Melihat menhir di atas dapat diperkirakan bahwa menhir yang berasal dari zaman prasejarah tersebut kemudian pada zaman Hindu Buddha dipahat lukisan yang menggambarkan fragmen sebuah cerita tertentu, maknanya belum dapat diketahui hingga sekarang. Mungkin dengan mencatat berbagai macam dongeng setempat cerita tesebut dapat ditebak. Pertanyaan kapan menhir di atas dipahat dengan relief dari zaman Hindu tidak dapat dijawab dengan pasti. Tetapi melihat gaya lukisannya diperkirakan bahwa relief tersebut berasal dari zaman Majapahit abad ke-13-14 M. Bahkan relief di atas menunjukkan tanda tanda mirip dengan langgam Bali. 

Pertanyaan lainnya, apakah keseluruhan relief tersebut melambangkan sebuah kronogram (sengkalan) juga belum dapat dijawab dengan pasti. Gambar yang menonjol di sisi menhir yaiut ular naga (bernilai ), burung (2) kegiatan/aktivitas (3) dan orang telanjang dengan genital belum disunat (1) apabila pemahatnya memang mempunyai maksud akan melukiskan sebuah angka tahun maka gambar di atas dapat dibaca 132(1406 M) atau 132 (1460 M). Tetapi selain itu masih ada beberapa gambar atau suasana yang cukup menonjol yaitu : bale(5), ekor (1) kayu-kayuan (6) dll. Pendek kata dengan berbagai macam kombinasi dapat diperoleh angka tahun yang dapat dikembalikan kepada zaman sekitar berkembangnya pengaruh Majapahit. Tetapi sekali lagi perlu ditekankan di sini pertanyaan apakah relief tersebut memang mengandung unsur kronogram, juga belum dapat dijawab denga pasti. 

Seperti telah disebutkan di atas yang jelas menhir dari zaman prasejarah tersebut masih digunakan atau dipuja pada zaman klasik bahkan sampai sekarang tempat itu masih ditakuti dan dianggap angker oleh penduduk setempat.

2 komentar:

Hartatik mengatakan...

Keren...motif naga itu seperti naga dalam perahu naga di Kalimantan

Hartatik mengatakan...

Keren...motif naga itu seperti naga dalam perahu naga di Kalimantan