14 September 2020

Temuan Menarik dari Situs Yosorejo, Pekalongan (1)

 Agustijanto Indradjaja, dan Veronique Degroot

Oktober 2014 survei arkeologi di Desa Yosorejo, Petungkriyono, Pekalongan  berhasil menemui  warga yang pernah menemukan satu guci berisi penuh alat alat logam.  Temuan ini sempat menghebohkan warga sekitar  2 atau 3 tahun silam  untungnya penemu masih menyimpan seluruh temuannya dengan baik.  Kabar terakhir, seluruh temuan sudah diselamatkan oleh pihak berwenang.  Seluruh temuan yang berjumlah sekitar lebih dari 30 item yang dapat dikelompokan menjadi alat upacara, alat pertanian dan alat pertukangan.  Tidak jauh jauh, guci itu ditemukan  pada kedalaman seitar 50 cm di samping teras rumah warga yang ingin membuat pondasi baru.  Ketika guci ini diangkat tampak bahwa guci Guandong setinggi hampir 1 meter diproduksi sekitar abad ke-9 masehi telah digunakan untuk menyimpan alat alat upacara keagamaan Hindu dan Buddha.  Secara garis besar seluruh temuan ini bisa dikelompokan ke dalam tiga kelompoyakni alat alat upacara, alat pertanian dan alat pertukangan. 

Alat alat upacara jika drinci lebih lanjut antara lain

1 Genta Pendeta

            Di antara temuan benda logam ini ada tiga genta pendeta kecil.  Ukurannya tidak sama persis tetapi memiliki kemiripan bentuk dan gayanya  Bagian tubuh genta berbentuk cembung dan diakhiri oleh leher yang pendek pada bagian atas .  Permukaan rata, hanya ada ornamen berupa garis horisontal di sisi bawa, pundak dan leher. Bagian pegangan lebih rumit. Bagian tengahnya dihiasi lingkaran konsentris.  Bagian atas dan bawah diberi hiasan dengan cetakan yang sama dan beberapa lingkaran kosentris – diulang secara simestris. Pada bagian atas pegangan dihiasi oleh bentuk kelopak dari bunga teratai terbuka. Bagian tengah lurus dikelilingi oleh empat  yang bentuknya lebih melengkung keluar. Kaki setiap kelopak diberi hiasan motif daun kecil.  Bentuk ini bisa berupa kelopak teratai atau wajra.  

tiga genta pendeta dari Yosorejo


Genta sejenis ini ditemukan pada beberapa koleksi museum di Indonesia dan luar negeri. Contoh genta  nr MAK 254 di Rijks museum Amsterdam (Lunsingh-Scheuleer & Klokke 1988: 120, nr 68), nr 18 535 di   Linden-Museum Stuttgart (van Lohuizen-de Leeuw 1984: 104, nr 70), nr 7843 di Museum Nasional Indonesia di Jakarta (Fontein e.a. 1971: 93, 153, nr 63), nr PUSPAN/AK/Pr/b.2., PUSPAN/AK/Pr/b.3 and  PUSPAN/ AK/Pr/b.4 di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Jakarta (Endang Sri Hardiati Soekatno 1981: 10-11), nr 1987.142.243 dan nr 30.87.2 di Metropolitan Museum of Art di New York, nr 1825-1, 1825-2 and 3155-185 di  National Museum of Ethnology di Leiden, nr 860-41, 128922, 1387-235, 1387-236, 1387-237, 1387-239 and A-5974 di Tropen museum di Amsterdam. Genta ini biasanya dipertanggalkan sekitar periode Jawa Timur (11th – 16th c.) (LunsinghSheuleer & Klokke 1988: 120).

2. Bel

Bentuk lain dari bel yang ditemukan di dalam tempayan Yosorejo adalah bel yang berbentuk seperti buah pear berdiameter 10 cm dengan tinggi 6.5 cm. Pada bagian bawah terdapat tiga celah yang bertumpu pada tiga kaki sedangkan pada bagian atasnya dihiasi oleh sejumlah lingkaran kosentris bermotif mutiara dan hiasan bunga lotus. Bagian puncak terdapat semacam cincin.  Di bagian dalam terdapat kelereng logam yang biasa diletakan untuk menimbulkan bunyi.

Bentuk bel  seperti ini telah ditemukan di Jawa Tengah maupun Jawa Timur, meskipun jumlahnya sangat sedikit yang dapat dipertanggalkan.  Dua contoh, satu dari Museum Stuttgart (nr SA 36 811), dan yang lain dari Museum Nasional Ethnology (nr 1403-3331) yang mempunyai ciri periode Jawa Tengah  (van Lohuizen-de Leeuw 1984: 114, nr 80; Lunsingh-Scheuleer & Klokke 1988: 126, nr 74) (fig. 5). Kedua bel ini tidak memiliki kaki. 

Kebanyakan bel seperti ini dihubungkan dengan periode Jawa Timur dan disangga oleh tiga buah kaki, seperti yang dapat dilihat di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dengan kode nr PUSPAN/AK/Pr/b.13 (Endang Sri Hardiati Soekatno 1981: 17), nr 20 pada koleksi Domela Nieuwenhuis (Chutiwongs 1990: 76-78, 133, nr 28), nr 09.163.8 and 1987.142.245 pada Metropolitan Museum di New York, nr 1387-251 pada Tropenmuseum Amsterdam (fig. 6), nr SA 35 288 L di the Linden-Museum Stuttgart (van Lohuizen-de Leeuw 1984: 115, nr 81), nr 1536 O 174 di Nationaal Beiaardmuseum di Asten, Netherlands (Lunsingh-Scheuleer & Klokke 1988: 127, nr 75) and nr 27b di Historical Museum di Vienna (Heine-Geldern 1925: 26, pl. 27).  


Bell yang ditemukan di Yosorejo memiliki kaki tiga tetapi ujung kakinya tidak menonjol ke atas, Kemungkinan dapat dikelompokan pada periode awal Jawa timur.

kiri : bel dari Yosorejo; tengah : National Museum of  Ethnology; kanan :Tropenmuseum

3. Pedupaan

Di antara alat upacara yang ditemukan yang masih dapat dikenali lainnya adalah pedupaan.  Setidaknya ada dua pedupaan meskipun kondisinya sangat rusak.  Bentuk ini dapat identifikasi dari adanya rongga yang diduga untuk memasukkan gagang kayu sebagai pegangan, bahannya sangat tipis daripada yang digunakan untuk membuat bel,  Berbagai bagian dari pedupaan yang telah rusak ini sangat rumit untuk direkonstruksi meskipun demikian bentuknya masih dapat dibayangkan. Pedupaan ini ditopang oleh cetakan kaki yang tinggi. Bagian badannya tabung berdiameter sekitar 10 cm. Satu pedupaan memiliki bagian tubuh yang rendah dihiasi oleh bunga lotus.  Poros yang digunakan untuk pegangan lurus.

Fragmen pedupaan 

Temuan pedupaan yang mirip dengan temuan Yosorejo ada di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (nr PUSPAN/AK/Pr/b.33) (fig. 8). Sayangnya tempat temuannya tidak diketahui (Endang Sri Hardiati Soekatno 1981: 37). Pedupaan seperti Yosorejo, dengan pegangan yang lurus, dengan kaki yang tinggi biasanya diketahui berasal dari periode Jawa Timur (10th – 16th m.) (Chutiwongs 1990: 89). Lihat  contoh pedupaan nr 40110, di  Museum  Ethnology, Leiden, ornamen memperlihatkan motif Jawa Timur.

kiri : koleksi Puslitarkenas kanan: national musuem of ethnology


 



 



Tidak ada komentar: