Agustijanto Indradjaja, dan Veronique Degroot
Oktober 2014
survei arkeologi di Desa Yosorejo, Petungkriyono, Pekalongan berhasil menemui warga yang pernah menemukan satu guci berisi
penuh alat alat logam. Temuan ini sempat
menghebohkan warga sekitar 2 atau 3
tahun silam untungnya penemu masih
menyimpan seluruh temuannya dengan baik. Kabar terakhir, seluruh temuan sudah
diselamatkan oleh pihak berwenang.
Seluruh temuan yang berjumlah sekitar lebih dari 30 item yang dapat
dikelompokan menjadi alat upacara, alat pertanian dan alat pertukangan. Tidak jauh jauh, guci itu ditemukan pada kedalaman seitar 50 cm di samping teras rumah
warga yang ingin membuat pondasi baru. Ketika
guci ini diangkat tampak bahwa guci Guandong setinggi hampir 1 meter diproduksi sekitar abad ke-9
masehi telah digunakan untuk menyimpan alat alat
upacara keagamaan Hindu dan Buddha.
Secara garis besar seluruh temuan ini bisa dikelompokan ke dalam tiga
kelompoyakni alat alat upacara, alat pertanian dan alat pertukangan.
Alat alat
upacara jika drinci lebih lanjut antara lain
1 Genta
Pendeta
Di antara temuan benda logam ini ada
tiga genta pendeta kecil. Ukurannya
tidak sama persis tetapi memiliki kemiripan bentuk dan gayanya Bagian tubuh genta berbentuk cembung dan
diakhiri oleh leher yang pendek pada bagian atas . Permukaan rata, hanya ada ornamen berupa
garis horisontal di sisi bawa, pundak dan leher. Bagian pegangan lebih rumit.
Bagian tengahnya dihiasi lingkaran konsentris.
Bagian atas dan bawah diberi hiasan dengan cetakan yang sama dan beberapa
lingkaran kosentris – diulang secara simestris. Pada bagian atas pegangan
dihiasi oleh bentuk kelopak dari bunga teratai terbuka. Bagian tengah lurus
dikelilingi oleh empat yang bentuknya
lebih melengkung keluar. Kaki setiap kelopak diberi hiasan motif daun
kecil. Bentuk ini bisa berupa kelopak
teratai atau wajra.
tiga genta pendeta dari Yosorejo |
Genta sejenis
ini ditemukan pada beberapa koleksi museum di Indonesia dan luar negeri. Contoh
genta nr MAK 254 di Rijks museum
Amsterdam (Lunsingh-Scheuleer & Klokke 1988: 120, nr 68), nr 18 535 di Linden-Museum Stuttgart (van Lohuizen-de
Leeuw 1984: 104, nr 70), nr 7843 di Museum Nasional Indonesia di Jakarta
(Fontein e.a. 1971: 93, 153, nr 63), nr PUSPAN/AK/Pr/b.2., PUSPAN/AK/Pr/b.3
and PUSPAN/ AK/Pr/b.4 di Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional di Jakarta (Endang Sri Hardiati Soekatno 1981:
10-11), nr 1987.142.243 dan nr 30.87.2 di Metropolitan Museum of Art di New
York, nr 1825-1, 1825-2 and 3155-185 di
National Museum of Ethnology di Leiden, nr 860-41, 128922, 1387-235,
1387-236, 1387-237, 1387-239 and A-5974 di Tropen museum di Amsterdam. Genta ini
biasanya dipertanggalkan sekitar periode Jawa Timur (11th – 16th c.)
(LunsinghSheuleer & Klokke 1988: 120).
2. Bel
Bentuk lain dari bel yang ditemukan di dalam tempayan Yosorejo adalah bel yang berbentuk seperti buah pear berdiameter 10 cm dengan tinggi 6.5 cm. Pada bagian bawah terdapat tiga celah yang bertumpu pada tiga kaki sedangkan pada bagian atasnya dihiasi oleh sejumlah lingkaran kosentris bermotif mutiara dan hiasan bunga lotus. Bagian puncak terdapat semacam cincin. Di bagian dalam terdapat kelereng logam yang biasa diletakan untuk menimbulkan bunyi.
Bentuk bel seperti ini telah ditemukan di Jawa Tengah maupun Jawa Timur, meskipun jumlahnya sangat sedikit yang dapat dipertanggalkan. Dua contoh, satu dari Museum Stuttgart (nr SA 36 811), dan yang lain dari Museum Nasional Ethnology (nr 1403-3331) yang mempunyai ciri periode Jawa Tengah (van Lohuizen-de Leeuw 1984: 114, nr 80; Lunsingh-Scheuleer & Klokke 1988: 126, nr 74) (fig. 5). Kedua bel ini tidak memiliki kaki.
Kebanyakan bel seperti ini dihubungkan dengan periode Jawa Timur dan disangga oleh tiga buah kaki, seperti yang dapat dilihat di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dengan kode nr PUSPAN/AK/Pr/b.13 (Endang Sri Hardiati Soekatno 1981: 17), nr 20 pada koleksi Domela Nieuwenhuis (Chutiwongs 1990: 76-78, 133, nr 28), nr 09.163.8 and 1987.142.245 pada Metropolitan Museum di New York, nr 1387-251 pada Tropenmuseum Amsterdam (fig. 6), nr SA 35 288 L di the Linden-Museum Stuttgart (van Lohuizen-de Leeuw 1984: 115, nr 81), nr 1536 O 174 di Nationaal Beiaardmuseum di Asten, Netherlands (Lunsingh-Scheuleer & Klokke 1988: 127, nr 75) and nr 27b di Historical Museum di Vienna (Heine-Geldern 1925: 26, pl. 27).
Bell yang ditemukan di Yosorejo memiliki kaki tiga tetapi ujung kakinya tidak menonjol ke atas, Kemungkinan dapat dikelompokan pada periode awal Jawa timur.
kiri : bel dari Yosorejo; tengah : National Museum of Ethnology; kanan :Tropenmuseum |
3.
Pedupaan
Di antara alat upacara yang ditemukan yang masih dapat dikenali lainnya adalah pedupaan. Setidaknya ada dua pedupaan meskipun kondisinya sangat rusak. Bentuk ini dapat identifikasi dari adanya rongga yang diduga untuk memasukkan gagang kayu sebagai pegangan, bahannya sangat tipis daripada yang digunakan untuk membuat bel, Berbagai bagian dari pedupaan yang telah rusak ini sangat rumit untuk direkonstruksi meskipun demikian bentuknya masih dapat dibayangkan. Pedupaan ini ditopang oleh cetakan kaki yang tinggi. Bagian badannya tabung berdiameter sekitar 10 cm. Satu pedupaan memiliki bagian tubuh yang rendah dihiasi oleh bunga lotus. Poros yang digunakan untuk pegangan lurus.
Fragmen pedupaan |
Temuan
pedupaan yang mirip dengan temuan Yosorejo ada di Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional (nr PUSPAN/AK/Pr/b.33) (fig. 8). Sayangnya tempat temuannya tidak
diketahui (Endang Sri Hardiati Soekatno 1981: 37). Pedupaan seperti Yosorejo,
dengan pegangan yang lurus, dengan kaki yang tinggi biasanya diketahui berasal
dari periode Jawa Timur (10th – 16th m.) (Chutiwongs 1990: 89). Lihat contoh pedupaan nr 40110, di Museum
Ethnology, Leiden, ornamen memperlihatkan motif Jawa Timur.
kiri : koleksi Puslitarkenas kanan: national musuem of ethnology |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar