Oleh
Agustijanto Indradjaja
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
Salah
satu hasil penelitian arkeologi yang telah dilakukan di situs Batujaya yang
dilakukan oleh Puslitarkenas selain memperlihatkan adanya sebaran bangunan suci
dalam areal seluas 2 x 2.5 km persegi juga memperlihatkan adanya kontiunitas
dari periode awal sejarah (abad ke-1 M ) sampai periode sejarah yang cukup
intens. Di bawah lapisan budaya masa
Tarumanagara (abad ke-5-7 M) ternyata ada satu lapisan budaya pendahulunya yang
oleh kalangan arkeolog sebagai masyarakat pendukung tradisi komplek tembikar
Buni. Sejak
awal-awal masehi mereka diketahui telah berinteraksi dengan pendatang yang
kemungkinan besar mereka adalah para pedagang asing (India dan Asia Tenggara
daratan). Hal ini yang dibuktikan dengan temuan tembikar
roulleted ware yang khas dari India.
Bahkan disebut-sebut temuan tembikar roulleted ware yang ditemukan di
Asian Tenggara sampai sekarang paling banyak ditemukan di situs Batujaya. Sejauh ini ditemukan sejumlah lokasi pemukiman
masyarakat Buni di sepanjang pantai utara Jawa Barat mulai dari wilayah Bekasi
sampai Karawang. Salah satu jejak
permukiman Buni itu ditemukan juga ditemukan di Situs Batujaya.
Candi Blandongan, Batujaya
Jejak
budaya Buni yang terlacak umumnya berupa komplek kubur yang cukup besar. Kubur dengan bekal kuburnya memberi pesan
bahwa leluhur kita adalah masyarakat yang religius. Berbagai artefak logam dan tembikar
disertakan pada tokoh yang dikuburkan juga memperlihatkan adanya pelapisan sosial
di dalam masyarakat prasejarah di Nusantara.
Sehingga ada tokoh yang dimakamkan dengan bekal kubur yang sangat raya
(berupa puluhan periuk, manik, dan peralatan emas) namun ada juga yang hanya
diberi beberapa wadah periuk. Salah satu
artefak menarik yang termasuk jarang ditemukan adalah penutup mata yang terbuat
dari emas. Penutup mata ini ditemukan di
sektor lempeng, Batujaya yang tampaknya merupakan areal penguburan pada masa Buni
karena lebih dari 25 individu telah ditemukan di sektor ini. Penutup mata ini ternyata dikenakan oleh seorang
anak kecil (balita) sesuatu yang menarik karena biasanya penutup mata emas ini
digunakan oleh seorang dewasa. Temuan
penutup mata emas dari Batujaya sebenarnya bukanlah yang pertama karena penutup
serupa pernah dilaporkan pula ditemukan
di Rengasdengklok oleh penduduk sekitar tahun 1970an.
Penutup Mata Emas Batujaya
Temuan
penutup mata emas sejauh ini ditemukan juga di beberapa situs arkeologi di Jawa
dan Bali. Di Jawa, penutup mata ditemukan di Gresik (kini tersimpan di Museum
Mpu Tantular). Sebenarnya tidak hanya di
Gresik karena dari koleksi milik Museum Nasional, Jakarta atau para kolektor, ditemukan juga sejumlah penutup mata emas dari
Jawa Tengah dan Jawa Timur yang sayangnya tidak diketahui lagi lokasi temuannya. sedangkan di Bali ditemukan di Situs
Gilimanuk dan kubur sarkofagus di Situs Pangkungliplip (Jembrana).
Di luar Jawa dan Bali,
Penutup mata ini ditemukan di Selayar, Goa, Takalar, Bantaeng, Pangkajene, Kabupaten Maros, dan
Makasar. Di luar Indonesia, temuan
penutup mata emas dilaporkan di Situs
Oton di Pulau Panay (Philipina), Santubong (Malaysia) dan Kubur megalitik di
Situs Adichanallur (India Selatan ).
Secara geografis, lokasi temuan penutup mata emas ini umumnya
berada di kawasan pesisir (Batujaya,
Rengasdengklok, Gilimanuk, Gresik, Makasar, Takalar , Malewang) kecuali Pasir
Angin (Bogor) dan Jembrana (Bali).
Temuan penutup mata emas yang penggunaannya meluas sampai Malaysia,
Philipina dan India menunjukkan bahwa
tradisi pemberian bekal kubur berupa penutup mata emas ini satu gejala
universal. Tujuan dari pemberian bekal kubur
pada orang yang meninggal ini terkait dengan keyakinan yang tersebar luas di
Nusantara dan Asia Tenggara bahwa seorang yang meninggal memerlukan bekal untuk pejalanan di kehidupan selanjutnya. Sedangkan maksud dari pemakaian penutup mata emas
pada orang yang meninggal kemungkinan dimaksudkan untuk mencegah roh/ jiwa
orang yang meninggal kembali ke rumah dan menggangu penduduk kampung/
rumah. Praktek mencegah roh kembali ke rumah masih
dapat ditemukan di Indonesia bagian timur dengan mengeluarkan mayat yang
meninggal dari jendela rumah lalu menghantarkan ke pemakaman melalui jalan yang
berputar dan meletakan kepala mayat di dalam wadah tembikar , semua ini
bertujuan agar roh tidak dapat kembali
ke kampung/ rumah tinggalnya.
Penutup mata emas memiliki
bentuk yang bervariasi, umumnya bagian tengah diberi lubang meskipun hanya
dibuat seperti garis lurus ataupun memang sengaja dilubangi dengan diameter
satu centimeter. Namun ada juga penutup mata yang tidak memiliki lubang pada
bagian tengahnya. Bahkan ada penutup
mata yang ditemukan dalam bentuk topeng seperti yang ditemukan di situs Pasir
Angir, Bogor.
Topeng Emas Pasir Angin, Bogor
Melihat variasi bentuk
penutup mata yang ditemukan diduga mereka membuat sendiri penutup mata ini,
hanya saja bahan emas diperoleh melalui pertukaran. Oleh karena itu, bisa jadi di
dalam masyarakat pada masa itu sudah ada kelompok masyarakat yang memiliki
keahlian mengolah logam termasuk emas untuk membuatnya menjadi penutup
mata. Secara teknik, tampaknya lembaran
emas dibuat dengan memukul emas dengan palu sampai menjadi lembaran emas yang
tipis, mengoreskan atau memotongnya dengan alat yang tajam sesuai dengan
keinginan.
Adanya kelompok
pengolah logam di dalam masyarakat bisa
dilihat dari prasasti Bebetin berangka tahun 836 M yang ditemukan di Bali. Di dalam prasasti itu disebutkan adanya kelompok pande seperti pande emas,
pande tembaga dan pande besi. Hal ini
menyiratkan bahwa pada periode Hindu-Buddha, telah berkembang ketrampilan membuat alat dan
perhiasan di Bali. Meskipun prasasti ini berbicara situasi pada abad ke-9 M.
tetapi temuan cetakan nekara tipe Dongson di Bali menunjukkan bahwa keahlian logam telah
dimiliki oleh masyarakat Bali sejak masa prasejarah. Kemungkinan ini bisa saja
terjadi pada kelompok masyarakat lainnya di Nusantara. Temuan penutup mata emas pada kubur di
Nusantara juga menyiratkan bagaimana tingginya kebudayaan mereka bahkan bisa
jadi masyarakat Nusantara pada masa lalu sudah begitu makmur sebenarnya. Bahkan
dalam catatan portugis yang datang ke Jawa tahun 1515 memberitakan bagaimana
makmurnya orang Jawa sampai-sampai leher rantai anjingpun terbuat dari emas. Nah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar