Foto 1: Candi Blandongan, Batujaya
“…JIka kamu mencari lokasi…akulah yang
kamu cari…aku peta..aku peta..” jingle lagu ini dahulu pernah akrab di telinga
kita dinyanyikan oleh artis cilik Dora The Explorer…Ya..Peta adalah sesuatu yang sangat penting di dalam
kehidupan kita. Coba Tanya bang Gojek
klo tak percaya karena mereka di dalam bekerja pasti memanfaatkan aplikasi peta
seperti google map, waze atau
sejenisnya. Selembar peta pada dasarnya
adalah gambaran rupa bumi yang dibuat dalam bidang datar dengan menggunakan
skala. Tentunya jika itu peta arkeologi
maka didalamnya informasinya terkait dengan situs arkeologi. Di dalam setiap kegiatan penelitian apalagi
menyangkut posisi suatu situs atau hubungan situs dengan lingkungan atau dengan
situs lainnya pastilah memerlukan peta untuk menjawabnya. Namun membuat peta arkeologi terutama untuk
situs yang beskala besar dalam bentang alam tertentu memerlukan waktu dan
tenaga yang tidak sebentar. Dalam
perkembangannya, salah satu metode pembuatan peta termasuk peta arkeologi adalah dengan
menggunakan metode fotogrametri.
Teknik pemetaan fotogrametri adalah
suatu teknik pemetaan dan pengukuran yang dilakukan tidak secara langsung
melainkan dengan menggunakan foto udara sebagai media perantara. Teknik ini
sudah lama digunakan dalam berbagai keperluan termasuk untuk pembutan peta
dasar skala besar. Teknik ini diakui sebagai suatu teknik pemetaan yang cepat,
dibandingkan dengan teknik lainnya serta dapat memberikan hasil yang baik.
Nilai
tambah lainnya dari teknik pemetaan cara fotogrametri yaitu, peta yang
dihasilkan memberikan gambaran informasi permukaan tanah dan objek-objek
diatasnya secara utuh. Para perencana akan dengan mudah dan leluasa melakukan
perencanaan, interpretasi, dan pemahaman kondisi lapangan, bukan saja bentuk
topografi tetapi juga objek-objek yang ada diatas permukaan bumi, baik objek
alami (seperti tanaman, kondisi sungai) tetapi juga objek buatan manusia
(seperti pemukiman dan jalan. Kendala dalam teknik ini adalah memetakan
objek-objek tertutup bayangan objek tinggi, seperti gedung dan pohon, yang menghalangi penglihatan pada foto
udara. Untuk mengatasi hal tersebut proses pemetaan fotogrametri akan diikuti
dengan kegiatan lapangan, berupa pengukuran dan identifikasi lapangan.
Teknik
fotogrametri ini jugalah yang diterapkan oleh Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional bekerjasama dengan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB melakukan
kegiatan pembuatan peta untuk situs Batujaya, Karawang, Jawa Barat. Sekedar informasi, Pusat Penelitian telah
berhasil mengidentifikasi sekitar 44 situs arkeologi di lahan berukuran 2 x 2.5
km persegi. Sebagian besar berada di
areal pertanian sedangkan sisanya berada di lingkungan permukiman.
Metode pembuatan peta Batujaya diawali dengan
pemotretan terhadap objek dari beberapa sudut dan dari udara dengan menggunakan
pesawat tanpa awak maupun dari darat (terrestrial). Foto-foto yang diambil
kemudian diproses dengan menggunakan Teknik Fotogrametri untuk menghasilkan model
dense point cloud untuk
merepresentasikan relief yang lebih rumit. Sedangkan foto yang diambil dari
udara (citra foto udara dari drone (wahana tanpa awak)), digunakan untuk
membentuk Digital Surface Model (DSM)
dan peta orthofoto dari kompleks candi. Model 3D dari setiap objek candi dengan
dua tingkat kedetilan yang lebih sederhana dihasilkan dari kombinasi foto udara
dan foto terrestrial. Hasil dari kedua
teknik ini kemudian akan diintegrasikan dalam suatu sistem koordinat yang sama
untuk menghasilkan sebuah model virtual dari kompleks Candi Batujaya yang tidak
hanya sesuai secara visual, namun juga akurat dan presisi secara geometri. Data
permukaan tersebut akan ditambah dengan data bawah tanah dari sensor radar
bawah tanah. Hasil dari penelitian ini kemudian dapat digunakan sebagai
dokumentasi 3D ataupun sebagai model dengan basis data spasial yang dapat
digunakan untuk membantu eksvakasi, rekonstruksi maupun revitalisasi objek di
masa mendatang.
Secara garis besar tahapan-tahapan pekerjaan yang akan dilakukan untuk
pelaksanaan pekerjaan ini adalah sebagai berikut : (1) Persiapan, termasuk
didalamnya adalah kalibrasi kamera dan pembuatan rencana terbang di jalur yang
akan dipetakan, (2)Pemotretan Udara, (3) Kompilasi Foto dan Mosaicking, (4)
Penentuan Photo Point di atas mosaic Foto, (5) Pengukuran Kontrol Horisontal
dan Vertikal dengan GPS, (6) Penentuan Titik Sekawan secara otomatis dengan
menggunakan prinsip image matching, (7) Triangulasi Udara, dengan input adalah
koordinat foto dari titik-titik sekawan dan koordinat GPS dari Photo Point
sebagai Ground Control, (8) Pembuatan Model Permukaan Digital/ DSM (Digital
Surface Model), (9) Proses Orthophoto,
(10) Pembuatan Kontur, dan (11) Kartografi atau proses penggambaran
final peta. Ada satu tahap lagi sebagai tambahan, yaitu (12) Overlay data
dengan data blok hasil eksvakasi arkeologi.
Tahap
persiapan meliputi
Persiapan sistem pesawat berupa instalasi pesawat, instalasi sistem
telemetri, auto pilot dan GPS. Selain
instalasi sistem pesawat dilakukan juga perencanaan jalur terbang. Kamera yang
digunakan adalah Canon Powershot S100, dengan rencana tinggi terbang 350 meter
diatas permukaan tanah sehingga akan menghasilkan resolusi sebesar 13 cm, dan
cakupan exposure per foto sebesar 520 x 390 meter. Dalam pemotretan ini di
rencanakan sidelap sebesar 50 % dan overlap sebesar 70 % sehingga jarak antar
jalur terbang yang digunakan sebesar 260 meter. maka intervalometer harus diset
3 detik (exposure interval time) dan jarak antar jalur penerbangan 260 meter. Gambar
1dan Gambar 2 memberikan ilustrasi
overlap dan sidelap dalam satu dan 2 jalur terbang.
Gambar 1: Teknik pemotretan
Pelaksanaan
Pemotretan udara dilakukan pada lokasi, sesuai dengan perencanaan
sebelumnya. Wahana udara yang digunakan adalah pesawat tanpa awak (UAV) dengan
material EPO-Foam yang dilengkapi dengan sistem robotik autopilot. Foto di bawah ini memperlihatkan kegiatan
pemotretan udara yang dimulai dengan melakukan take off pesawat tanpa awak dengan cara dilempar. Pilot akan
memandu pesawat sampai ketinggian yang direncanakan secara manual menggunakan
radio kontrol. Setelah itu, pilot akan mengubah mode penerbangan menjadi
auto-pilot dan switch shutter kamera
diaktifkan. Pesawat terbang secara otomasi dengan panduan waypoint yang sudah
di”injeksi”kan pada sistem. Selama penerbangan dan pemotretan otomatis, pilot
dan navigator mengawasi pergerakan pesawat melalui layar komputer yang sudah
terhubungkan dengan sistem tracking jarak jauh.
Add caption |
Foto 2 : Pemotretan dengan drone
Penentuan
PhotoPoint dan Pengukuran GPS
Ground Control Point (GCP) adalah titik yang digunakan sebagai titik
kontrol. Jumlah titik kontrol disesuaikan dengan kebutuhan untuk pemrosesan
foto secara fotogrametris pada AOI . Pengukuran GCP dilakukan dengan
menggunakan alat GPS . Ketelitian posisi yang diperoleh pada level 10 centimeter.
Titik kontrol tanah (GCP) didesain dengan jumlah dan penyebaran sedemikian rupa
sehingga memenuhi syarat untuk dilakukan Triangulasi Udara. Pemilihan lokasi
GCP dilakukan dengan menggunakan hasil pemotretan. Dengan mengacu lokasi yang
telah dipilih, maka tim survey GPS akan menuju ke detil yang telah ditentukan
dengan membawa alat GPS teliti.
Foto 3 : Pembuatan Ground Control Point
Pengolahan
Data
Dalam pemrosesan, tetap menerapkan
prinsip fotogrametri, artinya tidak hanya dengan cara stiching gambar manual yang umum digunakan untuk foto udara dari
wahana terbang tanpa awak. Stiched
foto dengan cara manual tersebut biasanya secara visual menyenangkan tapi
mengandung distorsi, yaitu tidak cocok untuk daerah dengan variasi topografi
tinggi atau untuk pengukuran jarak. Pemrosesan yang digunakan dalam sistem ini
menggunakan konsep rektifikasi gambar ke orthomosaics, yang bebas dari distorsi
terutama di daerah dengan variasi ketinggian cukup tinggi. Hal ini dimungkinkan
karena software yang digunakan menghitung model elevasi dalam proses perbaikan.
Ortorektifikasi menciptakan orthophotos
akurasi yang sangat tinggi dan orthomosaics, yang dapat digunakan dalam
pekerjaan seperti pemetaan topografi. Software pemetaan yang biasa digunakan
antara lain adalah Agisoft, PCI maupun Erdas Imagine.
Pada pekerjaan ini proses pengolahan
data foto meliputi, automatic tie point generation dan automatic image
alignment, pembuatan ortofoto, dan pembuatan mosaik.
c. Pembuatan Mosaik
Setelah itu dilakukan proses
orthorectifikasi dan mosaic sehingga diperoleh hasil mosaik yang sudah
ortogonal dari daerah yang dipetakan.
Foto 4 : Pembuatan mosaik peta
Sistem Grid dengan mengacu ke Indeks Peta Nasional
Menurut PP 10 Tahun 2000 disebutkan bahwa peta adalah suatu
gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun
di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala
tertentu.
Salah satu peta yang dihasilkan oleh BAKOSURTANAL adalah Peta
Rupabumi Indonesia (RBI). Peta RBI yang dihasilkan oleh BAKOSURTANALmeliputi
skala 1:1.000.000, 1:250.000, 1:100.000, 1:50.000, 1:25.000 dan 1:10.000 dimana
seluruh wilayah Indonesia dibagi ke dalam grid-grid ukuran peta yang
sistematis.
Semua lembar peta tepat antara satu dengan lainnya, demikian
pula ukurannya sama untuk setiap lembar. Ukuran lembar peta tergantung dari
skala peta yang dibuat. Ukuran lembar Peta Rupabumi Indonesia mengacu pada
sistem grid UTM
Sistem Grid Lokal
Selain membuat satu sistem penomoran yang bersifat nasional,
sistem penomoran lokal, yang biasa dilakukan sebelumnya, akan tetap dibuat
untuk mengakomodir kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Berikut ini adalah
hasil dari grid yang dibuat setiap jarak 100 m di lapangan. Kemudian dibuat
grid yang lebih teliti dengan jarak setiap 2.5 meter di lapangan.
Foto 5 : Pembuatan grid kotak ekskavasi
Setelah peta
selesai dibuat maka ada satu tahap kerja lagi yakni pembuatan sistem informasi
berbasis web. Dengan sistem infomasi ini
maka seluruh informasi hasil ekskavasi (catatan harian, stratigrafi, foto, dsb)
dapat disimpan di dalam database yang bisa dipadukan dengan peta.
Foto 6 : Semua informasi ekskavasi (catatan harian, foto, stratigrafi, dll) bisa disimpan di dalam kotak ekskavasi seperti contoh di atas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar