Inskripsi I
Huruf Jawa kuna, kronologi : sekitar abad X-XI
Isi berupa mantra Buddha.
Transkripsi sementara :
(1) hum
heh
(2) krata
heh
(3) jtah
dak·
(4) thah
Inskripsi IIHuruf Jawa kuna, kronologi : sekitar abad ke-X-XI M
Isi berupa mantra Buddha
Transkripsi sementara :
(1) hum
dram
(2) °indha
hri °ah
(3) hum
trah hrih
(4) °ah
Pembacaan inskripsi dilakukan oleh Prof Arlo Grifiths, Epigraf.Inskripsi sekarang menjadi koleksi Museum Mpu Tantular. Sidoarjo
Situs Gumuk Klinting secara administrasi berada di Dukuh Paludem, Kelurahan Tembokrejo, Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi. Secara topografi wilayahnya termasuk daerah pantai sampai pedataran dan hanya dijumpai beberapa areal yang tinggi, biasa disebut sebagai gumuk (bhs.Jawa). Sebagai daerah pesisir pantai, wilayah Dukuh Paludem bagian timur berhadapan langsung dengan Samudra India sedangkan bagian utara berhadapan langsung dengan Pulau Bali.
Dua lembar kertas emas ini ditemukan bersama benda relik lainnya di situs Gumuk Klinting. Temuan di situs Gumuk Klinting bermula dari usaha warga mencari harta karun di wilayah ini dan salah satu tempat yang digali adalah Gumuk Klinting. Penggalian liar yang dilakukan pada tahun 1971 membuka bagian puncak gumuk selebar 5 x 5 meter dengan kedalaman 2 meter yang berisi susunan votive tablet,stupika dan materai tablet. Sampai pada lapisan batu padas yang diratakan ini ditemukan satu lubang kecil berukuran berukuran 56 x 56 x 20 cm. Di dalam lubang kecil ini ditemukan sebuah wadah perunggu beserta tutupnya (cepuk) yang di dalamnya berisi abu, fragmen logam (mungkin pisau cukur), manik kaca monokrom, rambut dan dua lembar kertas emas berinskripsi (Issatriadi, 1976:4).
Keberadaan inskripsi ini beserta temuan lainnya (pisau cukur, manik kaca, rambut) di dalam ajaran Buddha dikenal sebagai Paribogha, yakni benda-benda milik tokoh yang dimakamkan semasa hidupnya. Umumnya abu jenazah dan paribogha ini diletakan di dalam stupa. Tetapi di Gumuk Klinting justru dikubur dengan susunan votive tablet,materai tablet dan stupika. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran Buddha yang sampai ke Nusantara beradaptasi dengan tradisi setempat. Termasuk dalam praktek tatacara memperlakukan seseorang Buddha yang meninggal. Dan tradisi masyarakat lokal pada saat itu (abad ke-X-XI M) masih memperlakukan seseorang yang meninggal, maka ia akan dikubur dengan memberikan bekal kubur sebagai bekal di dalam perjalanan menuju alam akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar