Menurut penuturan Kepala Adat Dayak Modang, Bapak Zai Asnadi Long Dea, Desa Long Bleh terbentuk pada tahun 1945
bertepatan dengan berkibarnya bendera merah putih yang pertama kalinya. Kini
tiang bendera tersebut masih berdiri utuh dan mengingatkan mereka pada saat
penting yakni Proklamasi Kemerdekaan RI. Asal-usul Dayak Modang sendiri, konon mereka
berasal dari Sungai kejun Besar di daerah Apo Kayan. Sebelum tahun 1945, sudah
ada kelompok-kelompok kecil dengan berjalan kaki menyusuri Sungai Mahakam. Menuju
arah hilir sungai. Kelompok pertama,
sampai di daerah Sebrang Long Bleh Halo, dan kemudian tahap demi tahap membuka
daerah baru di tempat yang kini dikenal sebagi Long Bleh. pemukiman dayak Modang
di wilayah Kembang Janggut ini terkonsentrasi di dua wilayah yakni Desa Long
Bleh Modang, dan Long Bleh Malih.
Motivasi utama dari
perpindahan mereka dari tempat asalnya tidak lain adalah adanya keinginan
merubah hidup menjadi lebih baik. Sekalipun tanah di hulu Mahakam cukup subur,
akan tetapi mereka sulit memperoleh bahan pokok hidup lainnya seperti pakaian,
atau bahan makanan. Pendidikan, juga menjadi salah satu alasan kepindahan
mereka.
Jika dayak lainnya
mayoritas beragama kristen, dayak Modang umumnya memeluk agama Islam. Namun
demikian, berbagai kepercayaan yang bersifat tradisional masih bisa dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari mereka. Seperti konsep penciptaan manusia yang ada
dalam alam pikiran mereka berasal dari Tuhan/roh gaib yang menciptakan Pok Jekiu (Nabi Adam dalam Konsep
Islam), yang dipasangkan dengan Doh Liong
Liauw (Siti Hawa dalam Konsep Islam). Dari pasangan itulah kemudian lahir
manusia lain di dunia, yang semakin hari semakin bertambah jumlahnya.
Pengaruh Islam juga yang
membuat totem burung Enggang kini lebih dilihat sebagai pembawa pesan moral
yang melambangkan kejujuran, keberanian, dan keluwesannya. Oleh sebab itu, bulu
burung Enggang menjadi hiasan topi tokoh Dayak Modang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar