Pada kesempatan ini juga kami menyempatkan diri untuk mengunjungi
permukiman Suku Dayak Tunjung di desa Teluk Bingkai yang merupakan desa paling utara dari Kecamatan Kenohan. Jalan darat yang
musti kami lalui pada saat itu cukup rata meskipun tidak beraspal. Kehidupan Masyarakat
dayak Tunjung di Teluk Bingkai cukup harmonis untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya sebagian dari mereka bekerja sebagai petani dan sekaligus nelayan yang
memanfaatkan sungai Belayan (Anak sungai Mahakam) untuk mencukupi sebagian kebutuhan
hidupnya Mayoritas dari
mereka beragama Katolik, meskipun demikian sebagian masyarakatnya masih
melaksanakan upacara adat seperti Kwangkai dan Belian. Sistem kekerabatan Dayak
Tunjung menarik garis keturunan Ibu dan Ayah
13 Agustus 2015
Ekspedisi Mahakam 11 : Arsitektur Rumah Orang Kutai di Kahala
Salah satu hal paling
menarik di desa Tuana Tuha adalah masih ditemukannya rumah rumah bergaya melayu
tua yang meskipun sebagian besar sudah hampir hancur dimakan zaman dan tidak
dihuni lagi namun keberadaannya mencerminkan kejayaan masyarakat Kutai di
Kenohan pada masa lalu. Rumah rumah panggung
yang dibangun sejajar berjarak sekitar 20 meter dari tepi sungai dan memanjang
mengikuti alur anak sungai Mahakam.
Rumah-rumah ini merupakan bagian yang tersisa dari pemukiman awal desa
Kahala. Dari pengamatan kami di antara sebagian yang telah dirubuhkan dan
diganti dengan bangunan baru paling tidak terdapat lebih dari 10 rumah kuna
berarsitektur rumah Banjar. Ciri utama
rumah bergaya rumah banjar ini adalah berbentuk rumah panggung, memanjang ke
belakang, di bagian atas layar rumah terdapat hiasan dan pada bagian lisplang
terdapat ukiran krawangan. Diperkirakan arsitektur sejenis ini marak pada
sekitar awal abad ke XX.
Di daerah Kenohan juga
kami mendengar tentang adanya taman anggrek yang begitu luas. Tetapi tempat itu cukup jauh dan dipenuhi
oleh cerita-cerita gaib. Banyak orang
yang tersesat dan kesulitan untuk mencari jalan pulang ketika pergi ke sana. Sehingga untuk mencapai tempat itu harus
dengan petunjuk dari seorang pawang.
Sayangnya kami tidak berhasil menjumpai orang yang bisa mengantar kami
ke sana. Tetapi memang tanaman anggrek yang tumbuh liar di hulu Mahakam masih sering kami jumpai..seperti halnya tanaman kantung semar ini, di habitat nya tumbuh seperti halnya tanaman liar lainnya.
07 Agustus 2015
Temuan Inskripsi perak dari Sungai Musi, Palembang.
Teks
Dibaca
oleh Arlo Griffiths, 30/09/2013.
(1) // °oṃ °āḥ rakṣa rakṣa māṃ sarvamāraduṣṭacittebhya[ḥ] svāhā // @
//
(2) // °oṃ ° hana hana vijaye jaḥ rakṣa rakṣa māṃ svāhā // @ //
‘Om āḥ. Lindungilah, lindungilah aku dari segala
demon dan pikiran yang buruk, svāhā!
‘Om
hana hana pemenang jaḥ lindungilah, lindungilah aku svāhā!’
Mantra
yang persis sama belum saya temukan di sumber-sumber lain, namun boleh
dibandingkan dengan mantra yang terdapat dalam teks-teks suci agama Buddha
seperti misalnya Mahāpratisarāmahāvidyārājñī (cf. Cruijsen, Griffiths & Klokke
2013): oṃ maṇivajre hṛdayavairemārasainyavidāriṇi hana
hana sarvaśatrūn rakṣa rakṣa mama śarīraṃ sarvasatvānāṃ ca vajre vajre vajragarbhe vajragarbhe | trāsaya trāsaya sarvamārabhavanāni hūṃ hūṃ phaṭ phaṭ svāhā ||. Mantra ini berhuruf pallawa dan bahasa sansakerta dari sekitar abad ke7/8 Masehi.
Mantra, rajah, isim atau jampi-jampi sampai saat ini bukanlah
hal yang asing pada sebagian besar masyarakat Indonesia , bahkan sampai sekarang,
penggunaan mantra masih cukup populer.
Meskipun hadir dalam bentuk dan penyajian yang berbeda, fungsinya masih
dapat dikatakan belum banyak berubah yakni untuk mendapatkan bantuan dari
kekuatan gaib dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Langganan:
Postingan (Atom)