Pertanyaan tentang kapan awal munculnya permukiman di daerah Kota Bangun bukanlah hal yang mudah dijawab. Untuk menyusurinya, biasanya asal nama daerah seringkali menjadi petunjuk tentang keberadaan permukiman di daerah tersebut. Menurut tradisi lisan, asal kata Kota Bangun sendiri berasal dari cerita tentang salah seorang pembesar kerajaan Kutai Kartanegara yang melakukan perjalanan ke daerah pedalaman dan terbangun di daerah ini sehingga di sebut menandai daerah ini sebagai tabangun (terbangun) akhirnya menjadi Kota Bangun. Versi lain yang berkembang adalah bahwa dahulu ada seorang pembesar kerajaan bernama patih Bangun yang membangun daerah ini sehingga dinamai sebagai daerah Kota Bangun.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVcx_M4gxCGRR7-zEha3uufYyabEMUY7VG7CxOOUEu8SVWYnheWG_dFnY1mycurxWbHghsOguleB1GRrraqLuzuLn0aHTUrElXJZm5O7WHj6q4AuTPf72-1UWBhiX5_AKqMyefehTnuQ7i/s320/DSC_0186.jpg)
Dari cerita ini tampak bahwa daerah Kota Bangun mulai dikenal setelah munculnya kerajaan Kutai Kertanaraga yang berdasarkan Salsilah Kutai didirikan oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325). Dalam salsilah tersebut juga disinggung sebuah kerajaan yang bernama Paha yang berlokasi di Kota Bangun. Namun hal ini tidak berarti bahwa daerah Kota Bangun mulai dihuni sekitar abad ke-14 karena bukti arkeologi berbicara lain. Bukti paling awal bahwa daerah ini sudah dijelajahi oleh manusia adalah temuan arca Buddha dari Kota Bangun pada awal tahun 1846. Sayang lokasi secara detail tidak diketahui kembali. Arca Buddha yang terbuat dari perunggu setinggi 58 cm ini termasuk arca yang jarang ditemukan di Indonesia ini pertama kali diketahui dari buku harian milik Von Gendawa-Gie. Awalnya arca ini dimiliki oleh sebuah keluarga muslim yang tinggal di tepi sungai Keham, salah satu anak sungai yang mengalir ke Danau Uwis yang terletak di tepi kanan sungai Mahakam antar Muara muntai dan Kota bangun (Anwar Soetoen,57: 1979). Arca digambarkan dalam posisi berdiri dengan sikap tangan kanan witarkamudra. Tangan kiri memegang wadah kecil. Pada bagian kepala tidak terdapat urna dan usnisa. Arca mengenakan pakaian sampai ke atas mata kaki dengan bagian bahu kanan terbuka. Salah satu bagian yang menarik adalah adanya membran(jaring) di antara jari-jari tangan yang menjadi ciri dari arca Gandhara di barat laut India (Kempers,49: 1959). Temuan dari masa klasik (Hindu-Buddha ) lainnya adalah arca nandi yang terbuat dari batu andesit. Arca ini ditemukan di belakang SD Negeri Kota Bangun 06 di areal Gunung Tanjung Urigin.
Pada masa Islam, daerah Tanjung Urigin dianggap sebagai tempat berdirinya ibukota kerajaan Kota Bangun dengan rajanya bernama Patih Bangun. Kerajaan Kota Bangun merupakan salah satu kerajaan vasal dari Kerajaan Kutai Kartanegara. Anggapan ini didukung oleh temuan pending emas di daerah ini. Selain itu, temuan penting lainnya di Tanjung Urigin adalah benteng dan parit tanah di bagian utara dari Tanjung Urigin dipercaya sebagai benteng Awang long, salah satu panglima kerajaan Kutai Kartanegara.
Benteng tanah yang ditemukan di Tanjung Urigin saat ini tersisa sekitar 40 meter dengan ketinggian 1.5- 2 meter dari parit. Namun tentunya dahulu saat benteng ini masih berfungsi memiliki panjang hampir 85 meter yang menghubungkan daerah rawa bagian barat dan timur. Dan parit yang berada di depan benteng tanah harusnya memiliki kedalaman lebih dari 3 meter. Hal ini didasarkan pada temuan beberapa parit tanah di daerah Lampung yang diketahui memiliki benteng tanah dan parit sedalam 3-4 meter sehingga untuk melalui parit ini diperlukan sebuah jembatan yang dapat dipasang dan dilepaskan. Cukup menarik perhatian bahwa benteng tanah dan parit di Kota Bangun dibuat dengan pola linier. Namun pola linier pada benteng dan parit tanah cukup masuk akal karena lingkungan tanjung Urigin yang dibatasi oleh rawa pada bagian barat dan timur. Sehingga dengan cukup membuat parit dan benteng tanah sampai rawa sisi barat dan timur maka permukiman di sisi utara sudah cukup aman dari serangan musuh. Benteng tanah dengan parit ini akan berfungsi dengan logika bahwa musuh yang datang melalui jalur Sungai Mahakam akan selalu turun di sebelah selatan Tanjung Urigin dan akan terus ke arah utara. Pada saat mencapai sisi selatan benteng, maka akan kesulitan menembus benteng karena dihadang oleh parit yang cukup dalam dan rawa di sisi timur dan baratnya.
4 komentar:
wuah...
nice post ttg Kota Bangun...!!!
Kebetulan orang Asli Kota Bangun
dan memang benar apa yang anda posting ini benar adanya..
sekedar tambahan menurut cerita2 dari lingkungan saya, orang2 tua serta tokoh masyarakat, ataupun pengalaman masyarakat bahwa Kerajaan Sri Bangun sampai sekarang masih berdiri namun dalam hal ini keberadaannya bersifat gaib, dan informasi bahwa di daerah Km.1 Kota Bangun (atau orang2 kami menyebutnya LP-lapangan udara perintis) terdapat sebuah istana gaib sribangun serta sebuah masjid gaib yang besar, menurut cerita2 yang saya dengar di kerajaan Gaib itu para rakyatnya menganut agama islam, selainkan untuk wilayah yg di Tanjung Urigin ( Gunung TAD) rakyat kerajaannya menganut agama selain islam.
Selain itu juga banyak sekali kejadian2 aneh dan mistis...
tepatnya sekitar 2 tahun yang lalu ada tim ekspedisi dari SILET bersama Ki Kusumo yang begitu masuk Kota Bangun langsung melihat cahaya kekuning2an yang mnutupu\i sluruh wilayah kota bangun, serta penampakan gedung2 tinggi menjulang( menunjukkan keberadaan kerajaan Sri Bangun yang gaib dan sudah maju ), serta masih banyak pengalaman2 dari temen2 saya serta masyarakat di lingkungan saya ini, yang tentunya tidak bisa saya jabarkan disini.. dan itu msih menyimpan berbagai misteri ttg kerajaan sribangun...
visit my blog
www.tigatitikhitam.co.cc
alamat baru coy
http://tapakarkeologi.byethost22.com/
mantap dah..
follow blog ku ya http://kutaihulu.blogspot.com/
betul apa yang di jabarkan oleh suadara Eyza (anak suku kutai) kerajaan gaib Sri Bangun memang benar adanya dan kami sebagai masyarakat yang mendiami daerah Kota Bangun sangat menghormati tentang keberadaan kerajaan gaib tersebut
Posting Komentar