Penelitian arkeologi di situs Batujaya, yakni sebuah komplek percandian yang bersifat Buddhistik di daerah Karawang ternyata mengharuskan kami (arkeolog) melihat kembali penelitian terhadap budaya Komplek tembikar Buni yang pernah populer sekitar tahun 1960-an. Ketika itu para arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang dimotori oleh R.P.Soejono dan Sutayasa harus berlomba dengan para penggali liar yang bertujuan mencari emas dari kubur-kubur prasejarah di wilayah pantai utara Jawa. Pada awalnya temuan kubur-kubur prasejarah ini ditemukan di desa Buni (Bekasi) dan kemudian daerah perkembangannya ditemukan meluas ke arah timur di daerah sungai Citarum dan sungai Bekasi hingga Ciparage di Cilamaya. Istilah komplek tembikar buni ini muncul; ketika adanya persamaan corak hiasan dari fragmen tembikar yang ditemukan di beberapa tempat antara Bekasi dan Cikampek. Beberapa situs Buni yang pernah diteliti antara lain di Buni, Kedungringin, Cabangbungin dan Bulaktemu di Bekasi, Batujaya, Kobak Kendal, Cilebar Babakan Pedes di daerah Rengas Dengklok.
Namun demikian baru pada tahun 2005 sampai sekaranglah manusia pendukung budaya Buni ini berhasil diungkap lebih jauh. Ya sebuah komplek kubur periode prasejarah atau tepatnya periode protosejarah (sekitar abad 1 sm -2 masehi ) berhasil ditemukan di situs Batujaya. Di situs ini tidak kurang 10 individu berhasil ditemukan kembali meskipun beberapa diantaranya ada indikasi pernah digali secara liar (mungkin sisa penggalian tahun 60-an). Berikut beberapa foto yang dapat dilihat betapa mereka sebenarnya merupakan satu masyarakat yang telah memiliki teknologi yang cukup memadai untuk mengelola lingkungannya pada masa itu.
Temuan kerangka manusia Buni yang berdempetan dengan pondasi bangunan di candi batujaya.
Temuan tengkorak manusia di bawah pondasi bangunan candi
Temuan kerangka tanpa kepala dengan bekal kubur diantaranya masih memakai gelang emas dan memegang senjata/ golok
temuan kerangka jejer dua individu dengan bekal kubur berupa wadah wadah tembikar berbagai bentuk.
Lalu siapakah mereka ? menurut Harry Widi, Arkeolog senior di Museum Sangiran menyebutkan bahwa mereka berasal dari jenis ras Mongolid. beberapa dari Mereka menunjukkan struktur tengkorak yang tebal dengan tekstur yang keras. Proses fosilisasi telah bermula dengan masuknya mineral silika pada tekstur tulang, akan tetapi masih dalam tahap awal. Banyaknya mineral silika ini mungkin disebabkan oleh lokasi temuan rangka yang berada dalam lingkungan berpasir.
Lalu seperti apa budaya yang didukung ntar kita bahas kemudian aja ya (to be countinued ah)
6 komentar:
Menarik banget. Saya masih ragu apakah benar kuburan dan candi berada dalam konteks budaya yang sama.Maksudnya, mungkin candi dibangun setelah kuburan. Semoga penelitian nanti dapat menjelaskan hal itu.
trims mas, memang ada dua kebudayaan yang berbeda di situs batujaya. tahap pertama komunitas pendukung budaya buni trus pada periode selanjutnya pendukung candi
katanya situs buni ini penuh tembikar ya? belum lagi benda2 harta kubur seperti gelang, kalung... yang pasti menunjukkan perkembangan penggunaan material dan ragam hias prasejarah di Indonesia, ya? ini kan harta karun besar bagi dunia seni tradisional....bisa liha gambar2nya ngga?
kami warga Kabupaten karawang Umumnya, dan warga alumni SMAN Cikampek khususnya, sangat berterimakasih atas penelitian-penelitian arkeologi yang sudah dilakukan, dan berharap akan ada penelitian arkeologi juga / temuan di sekitar Kecamatan Cikampek, untuk mengungkap sejarah Cikampek.
Nb. kami juga berlangganan (feed atom) blog ini untuk blog almamater kami
Trims
Bisa diberikan penjelasan sedikit ttg lokasi temuan, supaya lebih mudah bagi orang yg tertarik utk datang ke sana (candi & pemakaman). Artefaknya disimpan di mana? Dipamerkan ngga? Duh, udah ngiler pingin ke sana...
mas, apakah ada alamat e-mail atau nomor contact yang bisa saya hubungi untuk bertanya lebih jauh lagi mengenai situs Batujaya?
thanks. shirley.
Posting Komentar