Survei
arkeologi di wilayah selatan Pekalongan menjangkau juga wilayah pegunungan di
wilayah Petungkriyono. Di puncak bukit pada ketinggian 1050 meter dpl, posisinya
berada diantara Sungai Sumnia dan Plawangan yang secara
administrasi berada di wilayah Dusun Tlogopakis Krajan, Desa Tlogopakis,
Kecamatan Petungkriyono dan secara geografis berada pada koordinat 07° 09’
32.7” Lintang Selatan dan ; 109° 43’ 16.7” Bujur Timur. Masyarakat mengenal situs ini sebagai Situs Nagapertala.
Situs ini berupa satu yoni besar yang kini sudah diberi cungkup. Di dalam cungkup juga ditemukan dua arca batu
Ganesha dalam kondisi rusak (tinggi 50 cm dan
lebar 33 cm). Yoni berukuran 76 x76 x 90 cm sedangkan lubang yoni
berukuran 24 x 24 x16 cm. dan lingga berukuran tinggi 66 cm dan diameter 20 cm.
Selain itu, menurut laporan Belanda (Notulen 1912), pernah ditemukan patung lain
yang ditemukan di dekat lingga-yoni (selain dua Ganesha yang disebutkan di
atas) yakni Ganesha dalam kondisi fragmentaris hanya 1/3 bagian, sebuah nandi (54 x 25 x 24 cm), satu tokoh
dalam posisi berdiri (tinggi : 29 cm), lima buah pilar bulat dan dua yoni. Laporan tahun 1976 oleh Dri Soejatmi Satari pernah menyebutkan adanya batu batur berbentuk
penyu.
Yoni dari Situs Naga Pertala ini tergolong istimewa dan unik karena Yoni
disangga oleh tubuh naga yang dibuat melingkar.
Tubuh naga dibuat dengan sangat halus dan beri hiasan berupa antefik pada keempat sudut dan sisinya.
Naga digambarkan cukup raya, dengan mulut terbuka, lidah menjulur keluar, dan
kedua taring yang keluar dari rahang atas di sisi kanan dan kiri mulut,
Menggunakan mahkota, dan anting-anting yang diletakan pada ujung sepasang
tanduk di kepalanya. Anting-anting dibuat memanjang dan bandulnya berbentuk
seperti buah terong. Selain itu naga juga diberi hiasan kalung motif mutiara.
Secara ikonografi, penggambaran naga pada Yoni Nagapertala dapat dimasukan
dalam periode Majapahit, karena penggambaran
naga pada periode Jawa Tengah umumnya tidak dibuat dengan mulut terbuka lebar.
Yoni memiliki satu cerat yang dihiasi oleh sangkha bersayap, dan satu
lingga yang juga dihiasi oleh motif tumpal di sekitar bagian segi delapan
lingga. Dua lingga yang lebih kecil
diletakkan di atas saluran air pada yoni, di depan lingga utama. Besar kemungkinan
dua lingga kecil ini merupakan bagian dari lingga lain. Sebagai catatan, sekitar 200 meter dari Yoni Nagapertala
juga ditemukan satu yoni berukuran lebih kecil di areal tersebut.
Menarik perhatian adalah mengapa ada sangkha
bersayap pada ujung cerat yoni? Ternyata
yoni dengan cerat berhias sangkah bersayap ini juga ditemukan pada koleksi
Museum Nasional no. 366 dari periode Jawa Timur. Simbol Wisnu yang ditemukan pada yoni
ternyata tidak saja hanya dalam wujud sangha bersayap, namun juga ditemukan
relief garuda dan kura-kura seperti pada temuan yoni koleksi Museum Nasional
no.359 dan 360. Relief garuda pada yoni
termasuk jarang digambarkan, seperti temuan yoni di Candi Wringin Putih,
Magelang. Pada yoni ini digambarkan garuda duduk di atas kura-kura serta
menyangga cerat yoni.
Yoni pada periode
Jawa Timur, ada yang menggambarkan garuda di bagian samping atau belakang yoni
seperti beberapa yoni koleksi Museum Nasional yang menggambarkan garuda di sisi
samping dari cerat yoni.
Keberadaan simbol Wisnu (garuda, kura-kura dan sangkha bersayap) yang
diitemukan pada Yoni menurut Sri Soejatmi Satari, perlu dipertimbangkan kembali
fungsi yoni pada ritual keagamaan Hindu dimana yoni digunakan sebagai alas bagi
lingga. Permukaan yoni selalu dibuat datar, dan memiliki bentuk persegi empat,
persegi delapan atau bulat, di bagian atas ini lingga diletakkan. Pada saat upacara dilakukan maka air yang
dipakai untuk ritual akan mengalir melalui cerat yoni Yoni juga merepresentasikan piala atau wadah air (water vessel)(Danielou
1964,230). Air adalah elemen penting dalam
hubungannya dengan yoni, dalam hal ini air amerta. Pencarian air amerta oleh
para dewa dan asura digambarkan dalam cerita Samudramanthana atau
Amrtamanthana. Pencarian air amerta ini
digambarkan secara baik di relief batu dari Ampel Gading, Jawa Timur, Pejeng,
Bali dan Sirah Kencong, Jawa Timur. Pada
relief Sirah Kencong tergambar kurma avatara pada bagian paling bawah, Naga
Basuki yang melilit Gunung Mandara, sedangkan para dewa dan asura menarik ekor
naga untuk memutar gunung. Menurut Sri Soejatmi Satari, baik penggambaran
relief Sirah Kencong dan Lingga-Yoni memiliki kesamaan fungsi yakni untuk
upacara pembersihan (ablution). Ornamen
Lingga-Yoni juga menggambarkan pencarian air Amerta sedangkan Yoninya sendiri
merepresentasikan wadah bagi air Amerta. Oleh karena itu tidak heran juga simbol simbol Wisnu (kurma, sangkha, dan garuda) digambarkan di dalam Yoni karena Wisnu mempunyai peran penting dalam kaitannya dengan air Amerta.
Kembali kepada Yoni Nagapertala, Pekalongan, yang lokasinya berada di areal
persawahan. Air yang mengalir keluar
dari yoni itu diyakini memberikan kehidupan bagi seluruh aspek di dunia ini. Karenanya Lingga-Yoni selalu dijadikan simbol
kesuburan. Ketika Yoni tidak diletakkan
di dalam candi, biasanya Lingga-Yoni diletakan di lokasi dimana air akan
memberikan kesuburan bagi sekelilingnya.
Jelas bahwa Lingga Yoni Nagapertala menggambarkan pencarian air amerta
dimana naga Basuki melilit gunung Mandara yang direpresentasikan pada yoni. Sangkha bersayap yang merupakan simbol dari
Wisnu yang mempunyai peran penting dalam pencarian air Amerta, dan Lingga yang
merepresentasikan Siwa, sebagai tongkat yang digunakan untuk mengaduk samudra susu
(ocean of milk) untuk mendapatkan Amerta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar