Ada dua orang seniman musik Tingkilan Kutai yang cukup populer di Kenohan,
bahkan salah satunya pernah membawa nama Kalimantan Timur ke manca negara untuk
memainkan musik tingkilan. Satu prestasi
yang membanggakan tentunya bagi Mak Peot.
Wanita separuh baya itu kini sudah tidak muda lagi, umurnya sudah
mendekati angka 60 tahun sejalan dengan makin banyaknya guratan di
wajahnya. Namun ketika kami berkunjung
ke rumahnya, beliau dengan bersemangat mau menceritakan perjalanan kehidupan
beliau kepada kami. Kecintaannya pada
seni musik tingkilan bukanlah suatu kebetulan, namun ia memang mencintainya
sejak kanak-kanak. Kedua orang tuanyalah
yang mengenalkan beliau kepada alat musik gambus. Dengan ketekunan dan keseriusannya menggeluti
seni musik inilah kini beliau dikenal tidak saja oleh warga kecamatan Kenohan
namun namanya sudah tercatat dalam pentas musik
tradisional tingkat internasional di Jepang.
06 April 2015
Ekspedisi Mahakam 11 : Mengunjungi Maestro Seni Kutai
Ekspedisi Mahakam 11 : Menuju Kecamatan Kenohan
Siang itu cuaca mulai cukup cerah ketika kapal kami berangkat meninggalkan
dermaga Muara Wis menuju Kecamatan Kenohan.
”Dibutuhkan waktu sekitar 5-6 jam untuk mencapai Kenohan” demikian kata pak....,sang
kapten kapal kami memberikan informasi perjalanan. Sepanjang perjalanan menuju Kenohan kami
habiskan untuk beristirahat, membereskan data yang sudah masuk atau tidur. Sebagian lainnya menikmati perjalanan sambil
terus mendokumentasikan keindahan alam dan Sungai Mahakam yang berarus
tenang. Awan putih dengan latar langit biru dan sekali
kali kami menjumpai burung elang yang
terbang rendah untuk menjemput ikan di sungai Mahakam merupakan hiburan kami
selama dalam perjalanan. Sekali-kali
kami berpapasan dengan kapal kapal berukuran besar memuat batu bara, atau
kapal-kapal barang yang berisi berbagai kebutuhan sehari hari mulai dari sabun,
minyak goreng, gula sampai sepeda
anak-anak.
Menjelang sore kapal kami
mendarat di Desa Tuana Tuha. Kapal kami
harus berhenti di sini karena untuk melaju ke arah hulu lagi tidak memungkinkan
karena saat air surut seperti sekarang kedalaman sungai tidak memungkinkan
untuk dilalui oleh kapal-kapal besar seperti yang kami gunakan. Terpaksa keakraban kami dengan kapten kapal
dan empat orang ABK harus berakhir di sini.
Perjalanan selanjutnya dapat menggunakan kapal yang lebih kecil atau melalui
jalur darat untuk mencapai Kecamatan Kenohan, untuk mencari penginapan yang
hanya ada di kecamatan. Akhirnya kami
memilih menggunakan jalur darat, dan satu satunya kendaraan yang ada untuk
mengangkut kami serta seluruh barang bawaan kami hanyalah truk.
Langganan:
Postingan (Atom)