Oleh
Agustijanto Indradjaja (Puslitarkenas)
Veronique Degroot (EFEO)
Kembali ke Situs Rogoselo ( untuk yang pingin tahu situs Rogoselo, lihat lagi artikel tentang "Uniknya Dwarapala dari Rogoselo Pekalongan (2017)")
Fragmen Inskripsi Rogoselo di Museum Nasional |
Di dalam laporan N.J.Krom tentang situs Rogoselo disebutkan bahwa di samping tinggalan masa Hindu-Buddha juga ditemukan tiga kubur. Pada kubur yang paling atas adalah kubur “Kjai Matas Angin” (4.9 x 3 m). Kubur ini ditandai oleh dua batu tegak yang rata sebagai nisannya. Sekitar 500 meter dari kubur pertama terdapat kubur “Panggerang Dipan” atau “Gara Manik”, yang kuburnya ditata dengan batu kali. Sekitar 50 meter dari kubur kedua dikenali oleh masyarakat sebagai “Pangerang Sling Singan. Satu inskripsi modern terbuat dari batu berhuruf Jawa pertengahan juga ditemukan di tempat ini. Inskripsi tersebut kini berada di Museum Nasional di Jakarta (nomer inventaris D.24). Inskripsi ini dipertanggalkan sekitar 1571 saka (1659 M). Upaya melacak keberadaan inskripsi ini seutuhnya di Museum Nasional sudah pernah diupayakan, Namun belum berhasil.
Pada saat ditemukan, inskripsi batu itu telah patah menjadi dua atau tiga bagian. Brumund yang mengunjungi situs Rogoselo pada tahun 1863, melaporkan tentang keberadaan inskripsi batu tersebut yang berada di puncak Gunung Garamanik. Brumund mendeskripsikan inskripsi batu tersebut sebagai potongan batu yang tidak beraturan berukuran sekitar 132.5 x 74.5 x 2.6 cm. Inskripsi tersebut dituliskan dalam empat baris. Menurut Brumund, aksaranya sangat kuna, bahkan orang Jawa yang terpelajar saat itu tidak mampu membacanya”. Satu absklat dari batu tersebut kemudian disimpan di Pekalongan dan akhirnya dikirim ke museum in Batavia tahun 1861 (abklatsch O.d. no 186). Satu bagian dari inskripsi batu itu di kirim ke Pekalongan sekitar tahun 1863.
Tidak lama
setelah kedatangan Brumund (dan bukan
tahun 1861, seperti disebutkan dalam NBG). Bagian inskripsi yang hilang, ditemukan dekat masjid
di Rogoselo tahun 1866 dan kemudian dikirim juga ke Pekalongan. Seluruh fragmen
inskripsi ini pada akhirnya dikirim ke Museum di Batavia (NBG 1869: cvi; inv.
no D.24). Inskripsi ini bertangka tahun 1571 śaka. Menurut Brandes, huruf yang
tertulis pada inskripsi dapat dikelompokan menjadi huruf transisi dari Jawa
kuna ke –Jawa modern (1904: 458-459). Menurut Brandes, inskripsi itu berbunyi “sri
suka jumĕnĕng dala(ñ)ca(ng) pa(ṇ)diladewa driyajĕg manusa dewa dewa paku i(ng)
jagat sri krĕta sangaji suka guwa dewata ; swasti sakha warsatitha, i (?) saka,
nabhi pa(ṇ)ḍita bhûta saci(?), d.i. 1571 = 1649 A. D. ?