11 September 2018

Temuan Jarum Emas di Nusantara.

                                     Pradaksina dalam upacara Waisak di Candi Borobudur


Jarum adalah sesuatu yang umum biasa ditemukan di rumah-rumah kita, ianya dibutuhkan ketika ada pakaian/ celana yang jahitannya butuh perbaikan, biasanya anak kancing.  Namun kalau jarum emas, ini pasti sesuatu yang tidak umum dan mungkin belum tentu di antara 1000 rumah tangga memiliki jarum emas.

Adalah situs Pulau Sawah, sebuah situs Buddha yang terletak di Sumatra Barat,  tepatnya di Sijunjung, Dharmasraya, jarum emas pernah ditemukan di daerah ini.  Pada awalnya situs ini dikaitkan dengan keberadaan Adityawarman yang berkuasa sekitar abad ke-14 M.  Namun dalam perjalanan waktu, penelitian arkeologi yang dilakukan di situs ini menunjukkan bahwa situs ini sudah eksis sejak abad ke-9 M yakni ketika Sriwijaya berkuasa.  Sriwijaya selain pusat kerajaan  juga menjadi pusat studi buddhisme di Asia Tenggara yang pengaruhnya cukup besar sehingga tidak heran It-Ching menganjurkan agar mereka yang ingin belajar agama Buddha di India (Nalanda) dianjurkan untuk belajar bahasa Sangsakerta dahulu di Sriwijaya.  Tampaknya keberadaan situs ini di pedalaman Sumatra juga tidak terlepas dari pengaruh Sriwijaya karena temuan arca-arca di Situs Pulau sawah  juga memperlihatkan kemiripan dengan aliran buddhisme yang berkembang di Sriwijaya yakni Tantrayana.

Temuan Mainan Anak dalam Dunia Arkeologi


Arkeologi sebagai ilmu yang merekonstruksi seluruh aspek yang terkait dengan kehidupan manusia pada masa lalu sudah tentu tidak hanya berbicara tentang peristiwa/ tokoh penting yang tertoreh dalam sejarah.  Namun arkeologi juga harusnya mampu berbicara tentang kehidupan masyarakat biasa pada masa lalu.  Kajian ini lebih sering dikenal sebagai arkeologi sosial yang mempelajari kehidupan masa lalu melalui tinggalan artefaknya.  Ketika penelitian dilaksanakan, seluruh temuan yang diperoleh melalui ekskavasi haruslah dijadikan “evidence” yang kemudian dijadikan pijakan dalam memberikan sebuah eksplanasi tentang apa, siapa, kapan, dan bagaimana.  Dalam konteks merekonstruksi inilah, belum banyak arkeologi yang berbicara tentang “dunia” anak pada masa lalu.  Padahal ini juga sesuatu yang menarik untuk dikaji.  Sebut saja bagaimana soal temuan pada kubur masa protosejarah di situs Batujaya dimana di antara 30an kubur dari masyarakat pendukung tembikar Buni, ditemukan satu kerangka anak berusia balita yang pada bagian matanya diberi penutup mata emas dan anting-anting kecil di telinga kanannya?  Mengapa hanya anak kecil saja yang diberi penutup mata emas?

Temuan Dermaga Kuna Masa Sriwijaya di Bangka


Pulau Bangka adalah sedikit pulau penting di kawasan selat Malaka yang cukup popular sejak awal millennium pertama.  Berita paling tua yang menyebut Bangka diperoleh dari sebuah karya sastra Buddha yang ditulis pada abad ke-3 Masehi (Māhāniddesa) menyebutkan sejumlah nama tempat di Asia, antara lain tentang Swarnna­bhūmi, Wangka, dan Jawa. Nama Swarnnabhūmi dapat diidentifi­ka­sikan dengan Sumatra sebagaimana disebutkan juga dalam kitab Milindapañca, sedangkan Wangka mungkin dapat diidentifikasikan dengan Bangka (Damais 1995, 85).
Berita Cina dari sekitar abad ke-3 M juga menyinggung tentang aktivitas masyarakat Bangka kuna pada masa itu,  “….Teluk Wen dan para penduduknya di daerah P’u-lei yang berlayar ke laut untuk memotong perjalanan kapal dan menukar bahan makanan dengan benda-benda logam….”.  Teluk Wen dideskripsikan oleh Wolters verada di utara Karawang.  Wolters yakin bahwa yang disebut sebagai Wen adalah toponim; yang merujuk kepada bukit Menumbing di baratlaut pulau Bangka dan menjadi daerah yang penting untuk orang orang Tamil pada sekitar abad ke-11 M (Wolters,1979 : 29). 

14 Juni 2018

UNIKNYA ARCA NAGA DI SITUS BALE KAMBANG, BATANG, JAWA TENGAH.


                                         Situs Bale Kambang
Hari ini Kali Kuto menjadi perhatian publik terutama para pemudik, sehubungan dengan dibukanya jembatan Kali Kuto untuk jalur mudik di daerah pantura.  Namun tahukah kita bahwa dahulu sekitar 1300 tahun yang lalu, Kali Kuto sudah menjadi jalur bagi masuknya pengaruh Hindu Buddha ke pedalaman Jawa Tengah?  Adalah Bale Kambang sebuah petirtaan di tepi pantai, Gringsing, Batang dapat disebut sebagai entri point bagi masuknya Hindu-Buddha ke pedalaman Jawa pada sekitar abad ke-7 M.  Kronologis situs Bale Kambang ini didasarkan pada temuan prasasti Balekambang (dikenal juga sebagai prasasti Bendosari) berbahan batu yang berukuran 85 x 44 x 34 cm, kondisi rusak dan sekarang tersimpan di Museum Ranggawarsita (MR 04,00076 dan 04.00078) di Semarang.  Prasasti ini terdiri dari lima baris teks ditulis dalam huruf Pallava dan bahasa Sansekerta.  Secara paleografi, Soekarto Atmodjo memasukan prasasti ini berasal dari abad ke-6 M. (Goenadi Nitihaminoto 1978: 19). Prasasti Balekambang baru-baru ini diteliti oleh Arlo  Griffiths (2012: 474-477) berdasarkan perbandingan paleografi dengan prasasti Kalasan maka inskripsi pada prasasti Balekambang ditempatkan pada paruh kedua abad ketujuh.  Griffiths juga menambahkan bahwa gaya penulisan prasasti Balekambang memiliki kemiripan dengan prasasti Sojomerto.

09 Januari 2018

Cermin Masa Dinasti Han Dari 2000 Tahun Yang Lalu (juga) Ditemukan di Bali

Oleh
Agustijanto Indradjaja
Puslitarkenas

              Tergelitik oleh berita tentang temuan cermin Cina utuh berusia 1900 tahun yang lalu di Jepang mengingatkan saya pada temuan dua cermin dari Dinasti Han di Bali beberapa tahun yang lalu. Tampaknya tidaklah salah jika kembali disajikan sebagai pengingat bahwa artefak dari Dinasti Han sudah ditemukan terserak di Nusantara sejak 2000 tahun yang lalu.  Adalah Situs Pangkung Paruk (8°14’37” LS dan 114°48’113” BT) yang mungkin bukan nama yang familiar bagi sebagian orang mengingat lokasinya berada di wilayah Laba Nangga, Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali (Foto 1).  Jarak situs ke Kecamatan Seririt kurang lebih 8 km. Namun situs ini harusnya menjadi penting karena di situs ini ditemukan empat buah sarkofakus dari masa awal sejarah (2000 tahun yll) atau dikenal sebagai protosejarah.  Pada masa itu, situs ini merupakan bagian dari Situs Nekropolis Gilimanuk yakni satu komunitas masyarakat protosejarah yang berkembang di sepanjang pantai baratlaut Bali di kawasan pantai Gilimanuk.  Hal ini  didasarkan pada kemiripan temuan wadah tembikar (periuk) yang mempunyai pola hias terajala.  Wadah tembikar yang paling populer ditemukan di Gilimanuk.   
                                          Foto 1 : Menuju Situs Pangkung Paruk
Ada beberapa catatan menarik dari temuan di situs Pangkung Paruk ini, pertama,  Situs Pangkung Paruk berada pada salah satu punggung daerah perbukitan dengan ketinggian 66 meter dpl.  Perbukitan ini lebih dikenal masyarakat sebagai bukit batu bertoreh.  Penamaan ini didasarkan pada adanya temuan satu batu alam yang memiliki torehan.  Selain itu, wilayah bukit batu bertoreh ini dikenal masyarakat sebagai daerah citre pedagang yang berarti kuburan para pedagang ?   Tidak jelas mengapa areal batu bertoreh ini dikenal sebagai areal kuburan para pedagang (citre pedagang).   Namun pengakuan I Wayan Sudiarjana sebagai pemilik lahan di areal ini yang diperoleh dari warisan orang tuanya menyebutkan bahwa 100 meter di sebelah utara tempat temuan empat sarkofagus ini ketika diambil sebagian tanahnya untuk diratakan pernah menemukan beberapa kerangka manusia dengan bekal kubur berupa alat besi.  Kurangnya pengetahuan terhadap hal ini menyebabkan temuan ini hilang tanpa terdokumentasi.  Baru ketika empat buah sarkofagus ditemukan di areal ini menguatkan argumentasi bahwa wilayah ini memang disebut sebagai kuburan pedagang karena memang daerah ini sebenarnya dahulu merupakan komplek makam kuna.